Jakarta, Aktual.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengungkapkan empat kejanggalan dalam kasus penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa, menyatakan empat kejanggalan tersebut berkaitan dengan kinerja dengan kepolisian.
Menurut Alghiffari, empat kejanggalan tersebut dapat membuka tabir misteri insiden yang menimpa Novel. Keempat kejanggalan tersebut yaitu sidik jari, saksi, barang bukti dan rekaman CCTV.
1. Sidik Jari
Pada sidik jari, Alghiffari mengungkapkan terdapat keterangan saksi yang melihat bahwa dua pelaku penyiraman air keras yang mendekati Novel sembari membawa cangkir yang diduga berisi air keras.
“Dan dia melihat bahwa orang-orang tersebut tidak menggunakan sarung tangan. Artinya ada sidik jari di sana,” ungkapnya di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (26/7).
Sebelumnya, pihak kepolisian telah menyatakan bahwa cangkir tersebut tidak ditemukan sidik jari yang cukup untuk dijadikan petunjuk dalam kasus ini. Oleh karenanya, Alghiffari pun menduga bahwa pihak kepolisian telah dengan sengaja menyembunyikan hal tersebut.
“Nah ini kita berasumsi atau menduga bahwa polisi berbohong di sana. Seperti saya sampaikan, pasti ada genggaman kuat pada cangkir, tidak mungkin hanya sisa sedikit sidik jari di sana,” jelasnya.
“Kecuali ketika ditemukan, sidik jari tersebut dihapus entah oleh pelaku atau oleh penyidik,” tambahnya.
2. Saksi
Kejanggalan kedua, lanjut Alghiffari adalah keterangan saksi yang dijadikan rujukan oleh pihak kepolisian. Ia beranggapan bahwa adanya keterkaitan antara saksi yang sudah dilepaskan oleh polisi dengan keterangan saksi yang lain.
“Misalnya orang dengan inisial AL, itulah yang diduga yang mendatangi rumah Novel dan menanyakan pakaian gamis laki-laki. Dari postur, kalau kita lihat CCTV, ada kemiripan,” terang pria berusia 31 tahun ini.
Sebelumnya, AL sempat ditahan di Markas Polda Metro Jaya (Mapolda Metro Jaya), beberapa waktu lalu. Namun pihak kepolisian pada akhirnya menyatakan bahwa AL tidak berkaitan dengan penyerangan Novel.
Selain itu, terdapat beberapa saksi yang mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah orang yang mengintai rumah Novel. Hal tersebut, jelas Alghaffari, tidak juga mendapat kejelasan dari pihak kepolisian.
“Sebenarnya sudah diangkat juga di beberapa media, ada saksi yang melihat dan bertemu dengan orang yang diduga pelaku dan bertanya-tanya 1-2 minggu sebelum kejadian mengenai rumah novel,” bebernya.
3. Barang Bukti Motor
Kejanggalan selanjutnya adalah barang bukti berupa kendaraan bermotor yang digunakan salah satu saksi yang diperiksa oleh pihak kepolisian memiliki kemiripan dengan motor yang dikendarai oleh salah satu aparat korps Bhayangkara.
“Sebenarnya ada keterkaitan dengan sebuah barang bukti, yaitu motor yang digunakan oleh saksi yang diperiksa oleh kepolisian dengan anggota kepolisian di Polda Metro Jaya, seorang Bripka dengan inisial MYO,” papar Alghaffari.
Pihak kepolisian sendiri berkilah bahwa motor tersebut dipakai untuk aktivitas debt collector. Pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menegaskan, klarifikasi yang dilontarkan pihak kepolisian sangat tidak masuk akal.
“Ini juga apakah polisi melakukan tindakan yang lebih mendalam, memeriksa temuan tsersebut karena anggota kepolisian motornya dipakai untuk tindakan-tindakan yang sering mengarah ke kriminal kan, merampas kendaraan orang lain di tengah jalan,” beber Alghaffari.
4. Rekaman CCTV
Kejanggalan terakhir adalah adanya rekaman CCTV yang berisi rekaman kejadian. Menurut Alghaffari, sangat ganjil jika pihak kepolisian tidak mendapat petunjuk dari rekaman CCTV tersebut karena pihak kepolisian kerap kali mendapat petunjuk pelaku dari rekaman CCTV yang menjadi barang bukti, dalam berbagai kasus.
Menurutnya, sudah menjadi prosedur yang biasa ketika mendapat rekaman CCTV, pihak kepolisian akan segera mengumumkan ciri-ciri pelaku beserta isi rekaman tersebut.
“Tapi kalau kasus novel kenapa tidak. Justru CCTV tersebut sepengamatan saya justru dirilis oleh Kompas beberapa minggu lalu, polisi tidak oernah merilis CCTV tersebut, padahal ada,” pungkasnya.
(Teuku Wildan A)
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Eka