Karimun, Aktual.com – Anggota Komisi II DPR RI, Dwi Ria Latifa, meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjelaskan persoalan tanah pantai dan laut di Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun yang memiliki sertifikat hak milik.
“Saya akan tanyakan secara resmi ke BPN, pakai surat resmi. Dan kebetulan saya di Komisi II dan BPN adalah mitra Komisi II,” kata anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kepulauan Riau itu di Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Karimun, Kepri, Minggu (14/1).
Dwi Ria Latifa mengatakan BPN harus menjelaskan ke Komisi II, tentang bagaimana proses penerbitan sertifikat di laut.
“Apakah itu legal, dan batasnya seperti apa, karena tanah pantai dan laut itu adalah bagian dari milik negara, tidak boleh dijadikan hak milik,” katanya.
Politikus PDI Perjuangan tersebut mengaku sengaja datang ke Karimun untuk melihat langsung tanah pantai dan laut yang dimiliki perorangan dengan status sertifikat hak milik.
“Saya mendapat informasi, di kampung saya, ada laut yang dijadikan sertifikat atas nama pribadi. Saya juga agak aneh, ada sertifikat yang keluarnya pada 2017, ternyata sertifikat itu untuk laut dan pantai,” kata politikus kelahiran Tanjung Balai Karimun tersebut.
Saat meninjau lahan laut dan pantai tersebut, dia mengaku kaget, karena tanah yang dipermasalahkan benar-benar berada di atas pantai, bahkan sampai ke laut dengan jarak sekitar 200 meter dari titik pasang tertinggi.
Selain itu, batas tanah yang dipatok ke arah laut adalah sebuah boya putih, yang mengapung di air meski kala itu air laut sedang surut pada titik paling rendah.
“Kenapa batasnya bisa boya. Setahu saya, boya itu untuk rambu di laut. Ini aneh,” ujarnya.
Saat memasuki lahan pantai yang berlokasi di Kuda Laut, Kelurahan Baran Timur itu, Dwi Ria juga menemukan selembar spanduk bertuliskan maklumat dari BPN, bahwa lahan tersebut merupakan status quo.
“Dengan dibuatnya maklumat itu, menurut saya sebetulnya, secara tidak langsung ada pengakuan secara diam-diam, BPN menyadari ada kesalahan dengan terbitnya sertifikat itu. Kalau kita lihat sepintas, laut sudah dikapling-kapling, saya yakin ada yang salah, nanti akan kita lihat salahnya dimana,” katanya.
Selain akan membawa masalah tersebut ke Komisi II, Dwi Ria juga meminta kepolisian menelusuri sertifikat tanah pantai dan laut tersebut, serta memroses pihak yang terlibat.
“Tidak boleh berhenti sampai di situ, saya ingin polisi menelusuri. Saya akan temui kapolres. Apa betul ada warga yang melapor. Dengan terbitnya sertifikat, nelayan susah ke laut yang sudah mencari makan di sini,” katanya.
Dia meminta pihak yang terbukti melanggar hukum diproses secara hukum.
“Kalau sampai ada kongkalikong, saya minta diproses secara hukum,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum nelayan setempat, Edwar Kelvin Rambe mengatakan, sertifikat hak milik atas tanah pantai dan laut mencuat setelah juru sita Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun melakukan sita eksekusi terhadap lahan pantai dan laut, beberapa waktu lalu.
“Luasnya sekitar 5 hektare, dan ada tiga sertifikat hak milik,” kata dia.
Sebelumnya, sejumlah nelayan berunjuk rasa ke Kantor BPN Karimun menuntut pencabutan sertifikat lahan laut dan pantai di pesisir Kuda Laut. Nelayan menganggap lahan pantai dan laut merupakan milik negara, sehingga tidak bisa disertifikatkan.
Saat unjuk rasa, Kepala BPN Karimun Susilawati membuat pernyataan akan membentuk tim untuk mengkaji kembali sertifikat tersebut, dan menetapkan status quo.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: