Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty meminta agar pemerintah tidak gegabah untuk memutuskan kebijakan impor beras pada masa panen raya padi di berbagai wilayah Indonesia seperti saat ini.
Evita dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Ahad (21/3), mengatakan pemerintahsebaiknya saat ini fokus pada pengamanan harga gabah dan beras di tingkat petani dengan melakukan penyerapan beras petani dalam negeri yang sudah memasuki musim panen raya sekaligus mengantisipasi penurunan harga gabah di beberapa tempat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020, seharusnya Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp4.200 per kg, namun di sejumlah provinsi sentra beras saat ini harga gabah turun di bawah itu hingga mencapai Rp.3200-3.500/kg, karena sebagian gabah memang terkena banjir beberapa waktu lalu.
Evita Nursanty menyampaikan bahwa dalam kondisi panen raya saat ini baiknya pemerintah jangan mengeluarkan kebijakan impor beras, karena respon pasar terhadap isunya saja berdampak pada penurunan harga gabah petani di beberapa tempat.
“Impor kita dukung apabila terjadi darurat bencana, terjadi kelangkaan produksi dan stok ataupun impor beras khusus untuk kebutuhan tertentu, itupun dengan pertimbangam dan alasan matang agar tidak mengganggu kestabilan harga di tingkat petani,” katanya.
Evita memahami bahwa Pemerintah butuh memperkuat cadangan pangan dalam hal ini beras yang cukup untuk menjaga ketersediaan beras bagi seluruh masyarakat. Namun stok pangan tersebut, lanjut dia, selayaknya dipenuhi dari produksi dalam negeri terlebih dahulu.
“Selain untuk memupuk stok sebagai cadangan beras pemerintah, kegiatan penyerapan gabah/beras petani dalam negeri juga dapat menggerakkan perekonomian di tingkat petani sehingga dapat memulihkan roda perekonomian sesuai dengan arahan Bapak Presiden Jokowi selama pandemi COVID-19 ini,” ujarnya.
Evita mengemukakan bahwa saat ini stok yang dikuasai oleh Bulog sekitar 900 ribu ton.
“Dengan kondisi panen raya ini maka Bulog pasti terus gencar melakukan penyerapan dan pada bulan April 2021 stok Cadangan Beras Pemerintah diharapkan sudah berjumlah lebih dari 1 juta ton, sehingga impor beras untuk saat ini belum diperlukan,” tegas Evita.
Dia juga mengingatkan, UU No.18 tahun 2012 tentang Pangan telah menegaskan bahwa impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
Kemudian impor pangan pokok hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak mencukupi.
Kondisi sekarang, menurut Evita, produksi dan cadangan beras masih mencukupi.
Selain itu menurutnya peran Bulog dalam masalah pengelolaan beras juga harus diperkuat. Saat ini kebijakan yang masih parsial menyebabkan Bulog masih memiliki banyak stok dengan umur simpan di atas empat bulan sesuai dengan Permentan No 38 tahun 2018, atau bahkan di atas satu tahun dan sudah mengalami turun mutu.
Dia berpendapat, sebaiknya untuk jangka pendek Bulog dan kementerian terkait harus segera merumuskan kebijakan pengelolaan stok beras tersebut melalui pelepasan stok dengan penjualan di bawah harga eceran terringgi (HET), pengolahan, penukaran dan atau hibah atas beras yang sudah turun mutu.
Dengan begitu, kedepannya seluruh stok yang konon katanya merupakan cadangan sewaktu diperlukan dalam program stabilisasi harga ataupun bantuan bencana, beras yang tersedia selalu berada dalam kualitas yang prima dan baik. (Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin