Jakarta, aktual.com – Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar), Syahrir mengingatkan kepada jajaran komisaris dan direksi Bank BJB yang akan melakukan RUPS untuk melakukan pembahasan secara optimal terkait kinerja perbankan tersebut.
Hal itu terkait akan digelarnya RUPS pekan mendatang 30 April 2019 yang dalam rapat tersebut terdapat agenda untuk memilih direktur utama (Dirut) bank terbesar Jawa Barat yang saat ini hanya dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt).
“Jangan sampai pemilihan Dirur Bank BJB sarat akan kepentingan politik atau pribadi salah satu tokoh di Jawa Barat. Hal ini dapat menciderai martabat Bank kebanggaan warga Jabar,” kata Syahrir dalam keterangannya, Kamis (25/4).
Masih dikatakan politikus asal Partai Gerindra ini pun menilai kinerja bank BJB bilamana dilihat dari pertumbuhan bisnis tidak menunjukkan peningkatan, padahal target bisnis sudah dikecilkan.
“Info periode bisa dicek dari pencapaian target di cabang-cabang, sebagian besar tidak tercapai dan berbeda dengan semangat pencapaian target di tahun sebelumnya,”sebutnya.
Selain itu,sambung dia, di zaman era kepemimpinan Plt Dirut Jabar yang sekarang kualitas kredit bermasalah (NPL) secara umum meningkat dibarengi dengan penurunan porfolio kredit terutama di segmen Komersial, KPR, dan UMKM yang menuntut peningkatan pencadangan CKPN.
“Kualitas pelayanan nasabah dirasakan menurun, seiring dengan penurunan motivasi dan semangat / gairah kerja pegawai yang disebabkan oleh suasana kerja yang tidak kondusif oleh perilaku ini juga menjadi penghambat,”ujar dia.
“Kredit menurun dan penghimpunan dana didominasi oleh deposito, sedangkan penyaluran kredit diberikan dengan NIM yang tipis,” terangnya.
Selain minimnya target, sejumlah catatan juga diberikan Syahrir terkait kurang efisien dam sinerginya antar hubungan intra lembaga di Bank milik warga Jabar tersebut.
“Pelaksanaan bisnis dan operasional bank BJB dinilai belum efisien, masih banyak pemborosan yang sebenarnya bisa diminimalkan, sehingga Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) tidak berada di atas 80%. Tidak ada upaya strategis yang dilakukan berupa program efisiensi dan optimalisasi anggaran biaya,” pungkas Syahrir.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin