
Jakarta, aktual.com – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto meminta Presiden Joko Widodo segera mencopot dan mengganti Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) saat ini, Laksana Tri Handoko. Mulyanto menyebut Tri gagal mengkonsolidasikan lembaga, Sumber Daya Manusia (SDM) dan anggaran institusi yang dipimpinnya. Imbas kegagalan tersebut, akhirnya muncul berbagai peristiwa yang kurang baik terkait BRIN.
“Saya menganggap pimpinan BRIN yang ada sekarang ini tidak dapat mengkonsolidasikan lembaga-lembaga di bawah kewenangannya. Karena itu saya mengusulkan agar pimpinan BRIN sekarang diganti saja,” kata Mulyanto pada Rabu (1/2) kemarin seperti dilansir dari situs PKS.
Mulyanto heran sejak awal pembentukan BRIN hingga sekarang, proses transisional tampak belum selesai. Baik itu dari aspek SDM, organisasi kelembagaan, dan anggaran.
Mulyanto mencatat sejumlah kejadian menghebohkan masyarakat yang disebabkan tidak rapinya koordinasi di BRIN. Ia menyebut peristiwa kehebohan masyarakat Banten akibat pernyataan salah satu peneliti BRIN. Ketika ada indikasi awal akan terjadi badai besar, salah satu peneliti BRIN, tanpa melakukan koordinasi dan validasi data langsung tampil membuat pernyataan bahwa akan ada badai besar di Banten. Hal ini akhirnya menimbulkan kepanikan pada masyarakat.
“Apa kewenangannya? Walaupun saya tahu BRIN melakukan study early warning system dengan bantuan Jerman. Data-data itu kuat. Tapi yang berhak menyampaikan ke publik itu BMKG,” terang Mulyanto.
Karena itu, kata Mulyanto, dengan kondisi seperti ini, tidak heran bila BPK menemukan persoalan anggaran infrastruktur 2022 di BRIN. Ombudsman juga menemukan berbagai persoalan terkait SDM, dan masih banyak masalah lainnya.
“Jadi cita-cita ingin mengkonsolidasikan, mengintegrasikan lembaga riset tidak terjadi. Yang bisa dilakukan kepala BRIN saat ini, hanya menggabungkan status kelembagaan saja. Di dalamnya konsolidasi anggaran, program, tidak jalan. Anggaran BRIN yang kita harapkan menjadi Rp 24 triliun, adanya kurang lebih hanya Rp 6 sampai Rp 7 triliun. Padahal semua lembaga sudah melebur,” tandasnya.
(Megel Jekson)