Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah, mengusulkan agar adanya aturan yang dapat memperkenalkan mekanisme registrasi akun pengguna media sosial seperti yang telah dilakukan pemerintah pada pengguna kartu ponsel.
“Dengan mewajibkan pengguna media sosial untuk registrasi berbasis SIM card atau KTP elektronik memberi proteksi kepada anak-anak yang belum memiliki identitas diri,” kata Anang dalam rilis di Jakarta, Rabu (29/11).
Menurut dia, dengan registrasi pengguna medsos juga bakal membuat anak-anak terlindungi dari paparan konten negatif, belum lagi bila mengingat bahwa hoaks dan ujaran kebencian kerap muncul dari medsos.
Anang mengemukakan bahwa usulan registrasi akun medsos tersebut bukanlah bentuk pengekangan kebebasan berpendapat dan berekspresi, tetapi dimaksudkan untuk melindungi para penggunanya.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah juga perlu segera merumuskan hal tersebut dalam bentuk kebijakan agar media sosial juga turut diregistrasi seperti halnya pengguna kartu SIM prabayar.
Ia juga menginginkan media sosial menjadi inovasi teknologi yang memberikan sumbangsih yang baik terhadap peradaban, bukannya menjadi alat yang membuat masyarakat semakin tidak beradab.
Di tempat terpisah, wartawan senior Aat Surya Safaat menilai pesatnya perkembangan paham radikalisme melalui media sosial turut dipengaruhi oleh aspek literasi dalam hal ini buruknya tingkat kegemaran membaca buku di Indonesia.
“Radikalisme begitu cepat tumbuh di media sosial karena ternyata ada korelasinya dengan aspek literasi,” kata Aat dalam seminar nasional bertajuk ‘Radikalisme di Media Sosial” di Kampus Bina Sarana Informatika (BSI) Kalimalang, Jakarta, Rabu.
Aat mengatakan menurut data Unesco, persentase orang membaca buku di Indonesia adalah 1/1.000, artinya dari 1.000 orang hanya satu yang membaca buku. Namun di sisi lain, 95 persen pengguna internet di Indonesia adalah pengguna media sosial.
Menurut dia, hal tersebut juga menjadi peluang bagi oknum-oknum tertentu untuk menyebarkan paham radikalisme melalui media sosial.
Dia menekankan kebebasan yang terjadi di dunia media sosial yang dilakoni tanpa pengetahuan juga semakin menyuburkan perkembangan paham radikal di media sosial.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo Rosarita Niken Widiastuti mengatakan upaya pencegahan berita hoax merupakan tanggung jawab semua komponen bangsa bukan hanya tanggung jawab pemerintah.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: