Jakarta, Aktual.co — Komisi Kejaksaan (Komjak) mengkritisi pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo tentang “lelang jabatan” untuk jabatan eselon satu dan esolon dua di lingkungan Kejaksaan.
Sesuai dengan pasal 8 ayat 1 UU Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004, jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Kemudian pada UU yang sama, pada pasal 9 ayat 2, untuk dapat diangkat menjadi jaksa, harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa.
“Jadi bagaimana mungkin kalangan profesional bisa menduduki jabatan eselon dua dan satu di Kejaksaan, kalau dia bukan jaksa. Ini perintah undang-undang,” kata Ketua Komjak Halius Hosen saat dikonfirmasi, di Jakarta, Selasa (6/1).
Dengan adanya wacana demikian, Halius pun tidak dapat membayangkan riuhnya dunia penegakan hukum. Dia membayangkan apa jadinya jika para pengacara mempra-peradilankan surat perintah penyidikan dan surat perintah penahanan jaksa, disebabkan surat itu ditandatangani oleh direktur penyidikan dan jaksa agung muda pidana khusus, yang bukan jaksa.
Namun, Halius mengaku tidak sependapat dengan langkah Jaksa Agung, dengan bermaksud untuk perbaikan kinerja, integritas dan profesionalitas jaksa seiring dengan upaya Presiden Jokowi  untuk peningkatan kapasitas dalam pemberantasan korupsi.
Kendati demikian, dia berharap rencana tersebut dikomunikasikan dengan Komjak sebagai counter part Kejaksaan.
“Meski begitu, saya juga tidak ingin dalih Presiden (untuk melakukan seleksi jabatan), lalu kita buru-buru seleksi jabatan eselon satu dan dua di lingkungan Kejaksaan tanpa pengkajian mendalam,” cetusnya.
Sementara, Akademisi dari Universitas Trisakti Ramelan mengingatkan langkah perbaikan yang akan di tempuh korps Adhyaksa guna meningkatkan profesionalitas dan integritas jaksa harus tetap mengedepankan ketentuan uang-undang.
“Jangan ingin menegakan hukum, justru melanggar hukum,” tukasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby