Denny Januar Ali ketika menyampaikan hasil penghitungan cepat Pilkada 2018 melalui LSI Denny JA di Jakarta, Rabu (27/6). Foto: Aktual.com/Fadlan Syiam Butho.

 

Djoko Edhi mencontohkan Pilkada Jawa Barat dan Jawa Tengah. Dalam kedua Pilkada tersebut, elektabilitas pasangan Sudrajat-Akhmad Syaikhu (Paslon Jawa Barat) dan Sudirman Said-Ida meraih perolehan suara yang sangat berbeda dibanding hasil survei keenam lembaga survei itu, meskipun keduanya tetap menjadi runner up.

Konspirasi Lembaga Survei

Denny sendiri mengakui jika terdapat beberapa prediksi yang tak terealisasi dalam Pilkada Jawa Barat dan Jawa Tengah. Menurut Denny, kedua Pilkada ini merupakan sebuah pengecualian.

Namun, situasi ini juga sempat terjadi pada beberapa tahun silam, yaitu dalam pertarungan antara pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dengan Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 dan pertarungan antara pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar melawan Dede Yusuf-Lex Laksamana dalam Pilkada Jawa Barat 2013.

Menurutnya, situasi pada era itu justru lebih dramatis dibandingkan Pilkada serentak 2018 lantaran pasangan yang diprediksi akan menang justru menjadi pesakitan.

“Tapi kasus itu paling banyak hanya 5% dari kseluruhan yang dibuat lembaga survei,” jelas Denny.

“Dan ini terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Amerika kemarin, (pertarungan) Hillary Clinton melawan Donald Trump,” sambung pria berusia 51 tahun itu.

Lebih lanjut, Denny juga menyatakan jika survei terakhir yang dilakukan LSI Denny JA masih berselang dua minggu sebelum hari pemilihan. Artinya, hasil survei merupakan tangkapan dari lembaga survei tentang opini yang berkembang dalam masyarakat tentang Pilkada pada saat itu.

Sementara, terdapat masa tenang selama tiga hari sebelum hari H, yang disebut Denny tidak dapat dipantau oleh lembaga survei lantaran dibatasi oleh aturan terkait.

Dengan demikian, manuver politik selama masa tenang lah yang menjadi faktor utama dalam mendongkrak suara Sudrajat-Akhmad Syaikhu dan Sudirman Said-Ida dalam pesta demokrasi di wilayahnya masing-masing.

Namun, ia bersikeras jika 90% prediksi dari hasil survei yang dibuat telah terealisasi dalam hasil yang diumumkan oleh KPU.

“Jadi bagaimana saya memahami alasan mereka yang melaporkan lembaga survei ke polisi soal hasil survei? Saya kira mereka tidak paham apa itu survei,” jelas pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI) ini.

“Mereka yang melapor tidak paham dan tidak membaca hasil survei yang ada di Indonesia dan Amerika Serikat,” tambahnya.

 

ke halaman berikutnya

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan