Jakarta, aktual.com – Satu tahun sudah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berjalan. Namun bukannya menuai pujian, hasil survei terbaru dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) justru menunjukkan penilaian publik yang mengecewakan dan penuh kritik.
Dalam survei nasional terhadap 1.338 responden dan 120 jurnalis dari 60 media nasional, CELIOS mencatat mayoritas publik menilai kinerja pemerintahan jauh dari harapan. Rata-rata nilai kinerja nasional hanya 3 dari 10 untuk Presiden Prabowo dan 2 dari 10 untuk Wapres Gibran — mencerminkan penurunan tajam dari ekspektasi tinggi pasca-pelantikan pada 20 Oktober 2024.
“Publik melihat banyak kebijakan yang tidak berpihak pada kebutuhan nyata rakyat, sementara komunikasi dan transparansi pemerintah semakin tertutup,” ujar peneliti CELIOS, Media Wahyu Askar, dalam keterangannya di Jakarta.
Temuan CELIOS menggambarkan krisis kepercayaan publik di hampir semua sektor tersebut seperti kinerja pemerintah buruk sekitar 72%. Ada juga dalam kebijakan tidak sesuai kebutuhan rakyat sekitar 80%, transparansi anggaran 81% serta komunikasi pemerintah yang dinilai sangat buruk sekitar 91%.
Dalam aspek hukum, 75% responden menyebut penegakan hukum makin tumpul, dan 43% menilai pemberantasan korupsi tidak efektif.
Sementara itu, reformasi sektor keamanan dinilai mandek, dengan Polri dan TNI masing-masing hanya meraih nilai 2 dan 3 dari 10. Publik juga menganggap aparat masih represif dalam penanganan persoalan sosial.
Sektor ekonomi menjadi salah satu bidang paling disorot.
Sebanyak 84% responden merasa pajak dan pungutan makin memberatkan, sementara bantuan ekonomi dianggap tidak menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
CELIOS juga menyoroti ketimpangan antara kebijakan fiskal dan realitas ekonomi rakyat yang semakin melebar, memperlihatkan ketidakseimbangan antara ambisi pembangunan dan kesejahteraan sosial.
“Ada kesan bahwa pemerintah sibuk dengan proyek besar, sementara dapur rakyat kecil semakin panas,” tulis laporan CELIOS.
Survei ini juga menemukan tingginya keinginan publik untuk perombakan kabinet.
Sebanyak 96% responden mendukung reshuffle kabinet, dan 98% setuju agar jumlah kementerian dipangkas demi efisiensi.
Publik menilai banyak menteri tidak menunjukkan kinerja nyata, bahkan cenderung menjadi beban politik bagi pemerintahan.
CELIOS menilai hasil ini sebagai “peringatan keras” bagi Presiden Prabowo untuk segera melakukan koreksi besar-besaran terhadap arah kebijakan dan tata kelola pemerintahan, terutama di bidang ekonomi dan hukum yang paling banyak menuai kritik.
Jika setahun pertama menjadi tolok ukur konsolidasi kekuasaan, maka hasil survei CELIOS adalah sinyal krisis kepercayaan paling serius dalam sejarah pemerintahan pasca-reformasi.
Rapor merah di semua lini menandakan defisit legitimasi publik, sesuatu yang berpotensi mengguncang stabilitas politik jangka menengah.
Kegagalan komunikasi publik, lemahnya koordinasi antarkementerian, dan kebijakan ekonomi yang dinilai “tidak membumi” bisa menjadi bumerang politik bagi Prabowo–Gibran jika tidak segera dibenahi.
Apalagi, dukungan reshuffle hampir menyentuh angka mutlak — menunjukkan rakyat tidak hanya menuntut evaluasi, tetapi juga tindakan nyata dan perubahan arah kebijakan.
Berikut daftar 10 menteri dengan kinerja terburuk versi publik selama satu tahun kepemimpinan Prabowo Gibran:
- Bahlil Lahadalia – Menteri ESDM (-151 poin )
- Dadan Hindayana – Kepala Badan Gizi Nasional (-81 poin )
- Natalius Pigai – Menteri HAM (-79 poin)
- Raja Juli Antoni – Menteri Kehutanan (-56 poin)
- Fadli Zon – Menteri Kebudayaan (-36 poin)
- Widiyanti Putri Wardhana – Menteri Pariwisata (-34 poin)
- Zulkifli Hasan (Zulhas) – Menko Bidang Pangan (-22 poin)
- Budiman Sudjatmiko – Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (-14 poin)
- Yandri Susanto – Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (-10 poin)
- Nusron Wahid – Menteri Agraria dan Tata Ruang (-7 poin)
Setahun pertama pemerintahan Prabowo–Gibran menjadi ujian kepemimpinan yang keras.
CELIOS telah memberi cermin: rakyat masih menunggu bukti, bukan janji.
Kini, bola ada di tangan Presiden. Apakah ia akan menjawab kritik dengan tindakan korektif, atau membiarkan “rapor merah” ini menjadi catatan sejarah awal kepemimpinannya?

















