Jakarta, aktual.com – Perkuat strategi dan implementasi berbagai kebijakan yang ada untuk mewujudkan sistem perlindungan bagi setiap warga negara sesuai amanah konstitusi UUD 1945.
“Berbagai kasus perdagangan manusia yang terjadi saat ini adalah pengkhianatan cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang beradab, kita harus memberi perhatian serius terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema TPPO 2025: Wajah Baru Perbudakan Modern terhadap Perempuan & Anak yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (3/12).
Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Rinardi, S.E., M.Sc. (Direktur Jenderal Perlindungan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI), Kombes Pol. Tunggul Sinatrio, S.I.K., M.H. (Analis Kebijakan Madya Bidang Pid PPA-PPO Bareskrim Polri), dan Romo Paschal (Ketua Harian Jaringan Nasional Anti TPPO/Jarnas Anti TPPO) sebagai narasumber. Hadir pula Nurhadi, S.Pd., M.H. (Tim Pengawas DPR RI Terhadap Perlindungan PMI) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, sejumlah peraturan perlindungan yang ada harus diimplementasikan secara optimal. Ia menegaskan bahwa meskipun negara telah melakukan berbagai upaya pencegahan, praktik kerja paksa dan perbudakan modern masih terjadi di depan mata.
Apalagi, lanjut Rerie — sapaan akrab Lestari — modus TPPO kini semakin canggih seiring pesatnya perkembangan teknologi. Anggota Komisi X DPR RI itu berharap seluruh pihak dapat bergandeng tangan melakukan tindakan nyata membangun sistem perlindungan menyeluruh bagi rakyat Indonesia.
Direktur Jenderal Perlindungan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Rinardi, mengungkapkan maraknya kasus perdagangan orang terjadi karena masih banyak penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) yang nonprosedural. Menurutnya, modus yang digunakan pelaku antara lain rekrutmen melalui media sosial serta peran ganda lembaga pelatihan kerja yang sekaligus menempatkan PMI ke negara tujuan. “Ini melanggar aturan,” katanya.
Rinardi mencontohkan penempatan PMI di Jepang dan Kamboja yang sering dibungkus dalam bentuk program magang perusahaan. Ia menambahkan bahwa kerentanan ekonomi serta rendahnya literasi digital turut memicu meningkatnya kasus TPPO, bahkan banyak PMI ilegal yang diberangkatkan justru berpendidikan D3 ke atas.
Ketua Harian Jarnas Anti TPPO, Romo Paschal, menilai pelaku TPPO terus berinovasi memanfaatkan celah sistem, termasuk pola rekrutmen digital, agensi ilegal, serta keterlibatan keluarga atau komunitas. Ia mengakui jaringan TPPO bersifat lintas negara dan menyayangkan belum adanya mekanisme real time monitoring terkait kasus TPPO secara digital. Lemahnya pengawasan agensi tenaga kerja serta verifikasi dokumen yang hanya sebatas formalitas juga menjadi masalah. Menurutnya, program pencegahan yang ada belum menyentuh struktur sosial di akar rumput.
Analisis Kebijakan Madya Bidang Pid PPA-PPO Bareskrim Polri, Kombes Pol. Tunggul Sinatrio, menyebut TPPO berevolusi menjadi bentuk perbudakan modern dengan memanfaatkan teknologi digital. Korban didominasi perempuan dan anak, sedangkan sindikatnya bersifat lintas negara. Dampaknya, pola eksploitasi semakin kompleks — bukan hanya fisik, tetapi juga digital.
Tunggul menjelaskan bahwa sindikat memanfaatkan seluruh jalur perjalanan, baik darat, laut, maupun udara. Untuk memperkuat penanganan, Polri mengintegrasikan kerja antarbagian dan menyusun SOP terpadu. Ia mengusulkan pembentukan lembaga vokasi migran sebagai langkah pencegahan jangka panjang.
Tim Pengawas DPR RI Terhadap Perlindungan PMI, Nurhadi, menilai TPPO sebagai kejahatan modern yang bekerja dalam jaringan terstruktur dan memanfaatkan celah hukum. Ia mendorong lahirnya regulasi yang mampu menjawab kompleksitas ancaman TPPO saat ini.
Wartawan senior Saur Hutabarat menyoroti maraknya pemberitaan penangkapan sindikat TPPO, namun jumlah korban perdagangan orang di Kamboja justru terus meningkat. “Kalau sindikasinya tidak dihabisi dan lapangan kerja langka, korban akan terus berjatuhan,” ujarnya.
Saur juga mengingatkan agar daftar pelaku TPPO yang pernah diungkap Mahfud MD saat menjabat Menkopolhukam tidak hanya menjadi daftar semata, tetapi benar-benar diusut tuntas. “Yang harus dilakukan adalah serius mengungkap dan menghabisi sindikatnya,” tegasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano

















