”Tax ratio hanya 10 persenan karena pengelolaan fiskal tidak prudentalias ugal-ugalan,” jelasnya.

Sementara pada indikator lain adalah trade account, service account, dan current account yang semuanya negatif, di samping faktor US Fed Rate. ”Itulah salah satu alasan utama kenapa kurs rupiah terus anjlok,” katanya seraya menyebut klaim Istana yang mengaku telah mengelola makro ekonomi dengan hati-hati, sangatlah jauh dari fakta lapangan.

”Bokis (bohong) amat,” kata ekonom yang sempat bergabung di Kabinet Kerja Jokowi sebagai Menko Kemaritiman ini.

Selaku Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti membandingkan pernyataan Rizal Ramli tentang utang yang lampu kuning dengan fakta bahwa, pada saat yang sama semua lembaga pemeringkat (Moodys, Fitch, S&P, JCRA dan Rating & Investment) menyatakan Indonesia adalah investment grade.

”Bukankah bila menggunakan standar perbandingan antar negara-negara di dunia, Indonesia memiliki rasio utang terhadap PDB dan defisit APBN yang relatif kecil dan hati-hati? Mengapa (RR) menolak menggunakan indikator yang dipakai untuk membandingkan antara negara? Mengapa alergi dan protes bila Indonesia disebutkan dalam situasi baik oleh lembaga- lembaga internasional. Itu ibarat pepatah ’buruk muka cermin dibelah’,” tulis Nufransa.