Nufransa juga menyoroti perihal trade account, service account dan current account, yang disampaikan Rizal Ramli semuanya negatif. Kata dia, kondisi negatif tersebut terjadi juga semasa RR masih menjadi bagian dari Pemerintahan Jokowi. Nufransa mengklaim lagi, pemerintah sekarang memusatkan perhatian untuk memulihkan ekspor dan investasi melalui berbagai kebijakan, baik insentif fiskal, penyederhanaan perizinan, juga kemudahan dan perbaikan pelayanan ekspor impor.
Sementara, terkait pelemahan rupiah terhadap dolar AS, Nufransa menyebut hal itu lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal. Pelemahan nilai mata uang hampir terjadi di semua negara Asia, disebabkan adanya rencana kenaikan suku bunga The Fed oleh Gubernur Bank Sentral AS yang baru, serta rencana proteksi perdagangan oleh Presiden Trump.
Selanjutnya mengenai Debt to Service Ratio (DSR) yang merupakan rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor suatu negara, menurut Nufransa, datanya tidaklah setinggi pernyataan RR. Pada 2017 misalnya, DSR tercatat 34,2 peresn, bukan 39 persen seperti disampaikan Rizal Ramli.
”Peningkatan DSR bukan karena biaya bunga yang tinggi, tapi lebih kepada cicilan pokok utang jatuh tempo yang agak besar pada 2018,” tulisnya.
Ramalan Rizal Ramli Terbukti Benar