Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali memasuki mobil tahanan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/8). Berkas perkara Suryadharma Ali dengan kasus dugaan korupsi dana haji dan korupsi Dana Operasional Menteri (DOM) dinyatakan telah lengkap atau P21 dan segera dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./ama/15

Jakarta, Aktual.com — Bekas Menteri Agama Suryadharma Ali menyebut ada sejumlah aparatur Kementerian Agama yang lari dari tanggung jawab, namun justru hanya dia yang dijadikan tersangka dugaan korupsi pelaksanaan ibadah haji periode 2010-2013.

“Setelah saya membaca dakwaan jaksa penuntut umum KPK, dakwaan tersebut kabur, mengada-ada, tidak cermat, tidak sesuai dengan kejadian dan peraturan yang ada,” kata Suryadharma saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta, Senin (7/9).

Dalam eksepsinya, SDA menyebut dakwaan jaksa KPK merupakan informasi yang sesat dari Dirjen penyelenggaraan Haji dan Umroh Slamet Riyanto dan Dirjen PHU Anggito Abimanyu, yang merupakan kuasa pengguna anggaran, Direktur Pelayanan Haji Ahmad Kartono selaku Pejabat Pembuat Komitmen justru lari dari tanggung jawab atas tugas, wewenang, pekerjaan yang mereka lakukan.

“Saya tidak menemukan orang yang mampu me-‘manegage’ uang dalam jumlah besar di Kemenag, maka saya minta Anggito Abimanyu untuk menjadi Dirjen PHU,” ujar dia.

Selanjutnya, kata dia, Anggito yang awalnya menolak karena diproyeksikan menjadi pemimpin OJK bersedia untuk menjabat sebagai Dirjen PHU. “Akhirnya dia mengatakan bersedia menjadi Dirjen PHU untuk mengabdi kepada umat. Itikad untuk me-‘manage’ keuangan dengan transparan, akuntabel, rekrutmen Anggito adalah bukti itikad baik saya untuk membenahi Kemenag agar dapat berprestasi di semua bidang,” kata Suryadharma.

Selanjutnya Suryadharma juga menjelaskan mengenai kejanggalan notulen rapat yang menjadi barang bukti sehingga KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka. “Notulen rapat memiliki kesalahan yang fatal karena dalam notulen rapat tidak ditanda tangan oleh saya sebagai pimpinan rapat tapi anggota rapat lain,” kata SDA.

Dia mengatakan dakwaan yang menyebut dia melakukan intervensi mengarahkan keputusan rapat, sama sekali tidak benar. “Substansi notulen rapat sesungguhya adalah laporan tim perumahan tentang berapa gedung yang disewa dan kapasitas masing-masing dan kekurangan fasilitas kamar, tim perumahan juga memlaporkan peluang sewa gedung di wilayah yang kondisi jalannya menanjak sehingga dapat menyulitkan jemaah berusia lanjut,” ujar Suryadharma.

Dia pun bersikeras bahwa tidak melakukan intervensi terhadap tim katering dan perumahan, melainkan hanya melaksanakan fungsi kontrol pada 2012 karena saat itu ada 144 ribu jemaah haji yang melakukan ibadah, padahal harga pemondokan setiap tahun naik.

“Saya tidak pernah memerintahkan Kepala Bagian TU Kemenag Saefuddin A Syafi’i perihal membentuk PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji) 2012,” kata dia.

SDA mengaku tidak memiliki tradisi memerintahkan staf untuk membuat nota dinas. “Tradisi yang biasa dalam perintah adalah selalu membuat lembar disposisi resmi Menag sehingga pembuatan nota dinas berdasarkan perintah menteri tidak benar karena saya tidak pernah membuat hal itu,” ujar dia.

Di dalam nota dinas yang memuat 12 nama orang untuk ditunjuk sebagai PPIH tersebut menurut Suryadharma, ada tujuh orang yang tidak kenalnya. “Bagiamana mungkin saya mengarahkan untuk membuat nota dinas bagi orang-orang yang tidak saya kenal sama sekali,” kata dia.

Dia juga menyebut kejanggalan lain dari nota dinas tersebut adalah tidak ada nomor surat, tidak ada nama atasan langsung. “Tidak lazim eselon satu surati eselon tiga, saya tidak mendapat tembusan dan saya baru tahu ada nota dinas tersebut empat hari sebelum saya diperiksa KPK yaitu dari saudara Anggiot Abimanyu, Irjen Kemenag M Yasin dan Pengacara Kemenag Lutfi Hakim yang menghadap saya di ruang kerja di kantor Kemenag sehingga nota dinas itu adalah nota dinas liar yang bertentangan dengan tata cara nota dinas resmi.”

Suryadharma juga menolak dakwaan yang menyatakan dia mengakomodasi permintaan Komisi VIII untuk memasukkan nama-nama orang dalam kuota haji. “Hubungan yang buruk ini bisa dilihat dari rekaman rapat-rapat kerja di DPR dalam penyelengaraan ibadah haji yang memuncak pada 2011-2012 saat ketua Komisi VIII Abdul Kardi meminta uang Rp12,5 meter maksudnya Rp12 miliar untuk ketuk palu penyelnggaraan ibadah haji.”

SDA juga mengaku bersama Sekjen Bahrul Haday menolak permintaan DPR sehingga menyebabkan penyelenggaraan ibadah haji terkatung-katung dan tidak ada kepastian waktu. Dia pun mengklaim bahwa selama menjadi Menag periode 2009-2014 telah melayani jamaah haji hingga 1,28 juta orang, termasuk memperbaiki keuangan haji.

“Saat saya menjadi Menag keuangan tidak baik karena banyak disimpan dalam bentuk giro di bank yang bunganya sangat rendah yaitu 1-2 persen, dan Rp1,25 triliun sukuk. Namun saat saya memimpin uang yang tersimpan dalam bentuk sukuk menjadi Rp35 triliun, di giro pun menurun drastis sehingga bunga bagi hasil meningkat sangat tajam dan dikembalikan ke jamaah dalam bentuk peningkatan kualitas ibadah haji,” ujar Suryadharma.

Dari bunga tersebut, Surya mengaku bahwa penuruhan biaya jamaah berkurang dan bahkan ada yang digratiskan seperti biaya pembuatan paspor, general ‘service fee’, buku manasik haji, gelang identitas, makan di asrama haji, hotel transit , transportasi di pemondokan, transportasi lokal di Mekkah dan kota-kota lain ditambah adanya “corporate social responsibility” dalam bentuk peningkatan beasiswa magang, beasiswa madrasah dan bantuan rehabilitasi sekolah korban bencana alam.

Suryadharma diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu