Sejumlah perwakilan bakal calon Kepala Derah melengkapi berkas dan berkonsultasi dengan petugas verifikasi saat penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) di gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/7). KPK telah membuka loket bagi para bakal calon kepala daerah yang akan mengikuti pilkada serentak untuk menyerahkan LHKPN sebagai wujud transpransi pejabat publik dan dibuka sejak 22 Juli hingga 7 Agustus 2015. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/Rei/nz/15.

Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata mengatakan, laporan harta kekayaan penyelenggara negara milik pejabat negara akan dicocokkan dengan surat pemberitahuan pajak.

“Kalau SPT pajak kan pasti ada sanksinya, kalau harta yang dilaporkan kurang tidak sesuai LHKPN yang dilaporkan di LHKPN lebih banyak, pasti kan mereka bayar pajaknya kurang juga. Kalau LHKPN tidak ada sanksi pidana, bila ingin ada sanksi pidana harus ada UU-nya,” kata Alexander di kantor KPK, Jumat (18/3).

Berdasarkan data KPK per 17 Maret 2016, terdapat 9.760 anggota DPR, DPD dan DPRD yang belum menyerahkan LHKPN atau 72,69 persen dari total wajib lapor sebanyak 13.427 orang.

Sementara lembaga eksekutif masih ada 28,84 persen penyelenggara negara, yang belum melapor dari total 222.894 wajib lapor. Selanjutnya instansi yudikatif ada 12,21 persen dari 11.712 orang dan BUMN atau BUMD sejumlah 20,35 persen dari total 26.909 wajib lapor.

“Kita akan mendorong ketaatan pengisian, LHKPN kemungkinan kita akan koordinasikan dengan Ditjen Pajak. Kita ‘crosscheck’ antara LHKPN dan SPT-nya, bisa saja data harta kekayaan di LHKPN dilaporkan, tapi SPT belum dilaporkan agar SPT dibetulkan juga.”

Khusus untuk legislatif yang belum melapor, terdiri atas 74 anggota DPR, 10 anggota DPD dan 9.676 anggota DPRD. Total wajib lapor LHKPN dari empat bidang institusi tersebut mencapai 288.369 orang dengan 197.685 orang yang sudah lapor yaitu 68,55 persen sehingga masih ada 31,49 persen atau 90.817 orang yang masih belum lapor LHKPN.

“Ada beberapa alasan mengapa tidak melaporkan LHKPN, misalnya formulir rumit, ke depan KPK akan menyederhanakan formulir itu sehingga lebih mudah mengisinya. Kami juga sedang membuat e-LHKPN, jadi nanti mereka bisa mengisi online. Kendala lain dari mereka sendiri malas atau bagaimana, yang malas itu yang kami dorong Menpan melaporkan.”

Karena itu, Yuddy Chrisnandi juga meminta agar KPK menyerahkan data pejabat lembaga eksekutif yang belum menyerahkan LHKPN, agar Menpan RB dapat menagih laporan tersebut kepada pejabat bersangkutan.

“Kami minta data itu, jangan-jangan di kantor Menpan juga ada, jad tidak menutup kemungkinan di kantor kami juga ada pejabat yang tidak patuh, kita akan mereka patuh. Nanti kami minta rumusan dari KPK, KPK minta sanksi seperti apa, biar sukses bagaimana.”

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menargetkan penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp1.300 triliun dengan cara mengintensifkan tugas seperti melakukan penagihan hingga melakukan penyanderaan (gijzeling) untuk mengejar target pajak.

Ada sejumlah peraturan yang mengatur mengenai pelaporan LHKPN yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan Nepotisme.

Sesuai, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi, Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang tata cara pendaftaran, pemeriksaan dan pengumuman laporan harta kekayaan penyelenggara negara instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, dan surat edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Berdasarkan ketentuan tersebut, ada sejumlah kewajiban bagi para penyelenggara negara yaitu (1) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat; (2) Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pension; (3) Mengumumkan harta kekayaannya.

Penyelengara negara yang wajib menyerahkan LHKPN yaitu:

1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara, 2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara, 3. Menteri, 4. Gubernur, 5. Hakim, 6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, 7. Direksi, Komisaris dan pejabat structural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD, 8. Pimpinan Bank Indonesia, 9. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri, 10. Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

11 Jaksa, 12. Penyidik, 13. Panitera Pengadilan, dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek, 14. Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan, 15. Pemeriksa Bea dan Cukai, 16. Pemeriksa Pajak, 17. Auditor, 18. Pejabat yang mengeluarkan perijinan, 19. Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat, 20. Pejabat pembuat regulasi Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu