Jakarta, Aktual.com – Peneliti Universitas Tronojoyo Madura, Fauzin mengatakan, ada potensi tumpang tindih kinerja antar lembaga, seperti aparat penegak hukum yang oleh undang-undang telah diberikan kewenangan untuk penanganan terorisme.
“Selain itu juga yang paling prinsip sebetulnya, dalam konteks penanganan terorisme ini harus dengan pendekatan criminal justice system, bukan dengan pendekatan militer yang lebih cenderung war model,” kata Fauzin ditulis Jumat (16/10).
Kata dia, Rancangan Perpres ini memberikan cek kosong kepada TNI untuk terlibat dalam penanganan terorisme. Batasan keterlibatan TNI tidak jelas, karena mengabaikan hak asasi manusia, mengabaikan pendekatan hukum criminal justice system.
“Kalau rancangan perpres ini nanti diberlakukan, maka fokus TNI nanti bisa jadi berubah, tidak lagi soal pertahanan, minimal fokus TNI akan menjadi bias,” tuturnya.
Lalu, sambung dia, Rancangan Perpres ini juga sebagai bentuk reaksi yang berlebihan yang melegitimasi kelompok-kelompok terror (over reaction).
“Penanggulangan terorisme yang di-militerisasi akan susah kembali ke penanganan dengan cara normal. Untuk itu, rancangan perpres ini seharusnya bersifat detail dan rinci, jangan sampai berpotensi dan dapat mengancam eksistensi kita sebagai negara hukum,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid