Jakarta, Aktual.com — Peneliti senior LIPI Siti Zuhro mengatakan peraturan daerah (perda) soal agama di Tolikara harus dihapuskan karena melanggar konstitusi dan undang-undang serta peraturan diatasnya.
Perda agama di Tolikara yang melarang membangun tempat ibadah dinilai mengancam agama lain.
“Itu jelas melanggar, karena kalau dicompare-nya adalah perda qanun. Perda qanun kan dikhususkan untuk pemeluk Islam. Jadi qanun tidak mengancam siapapun. Yang jadi pertentangan dengan konstitusi dan UU diatasnya itu ketika itu mengancam agama lain. Makanya ngga boleh karna konstitusi melindungi itu. Jadi pasti itu harus dihapuskan,” ujar Siti Zuhro saat dihubungi di Jakarta, Jumat (24/7).
Zuhro menjelaskan, (perda Tolikara) termasuk perda bermasalah, karena filosofi dari Indonesia berlakukan kebijakan otonomi daerah tidak lain mengakomodasi bagaimana NKRI dikelola dengan mengutamakan Bhinneka Tunggal Ika. Namun, perda tersebut malah seperti membeda-bedakan.
“Dengan otonomi daerah bukan berarti membenturkan kedaerahan dan Indonesia. Justru harus mengharmoniskan kedaerahan dan ke-Indonesia-an. Kalau kedaerahannya menonjol dan melupakan ke-Indonesia-an kan bukan Indonesia,” jelasnya.
Dirinya mengimbau pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendagri, mengevaluasi pemerintah provinsi dalam mengawasi peraturan daerah tersebut. Sebab, bagaimanapun birokrasi Indonesia berdasarkan hirarki.
“Kalau di kabupaten/kota dan wilayah jadi otritasnya pemprov. Pemprov melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap kabupaten/kota yang ada di wilayah. Kalau provinsi baru otoritas kemendagri karena pemerintah nasional. Pemprov harus bergerak meninjau tentunya dalam konteks pengawasan yang dilakukan mendagri bahwa provinsi sudah lakukan evaluasi atau belum. Itu harus diinstruksikan juga karena birokrasi kita hirarki,”
“Jadi meskipun berbagai kepala daerah tapi dalam konteks NKRI ya hirarki dan tidak bisa diabaikan oleh daerah,” tambahnya.
Artikel ini ditulis oleh: