Jakarta, Aktual.com – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan pemerintah memerlukan sebuah teknologi standar untuk memproses pembuangan hingga pembakaran sampah terutama sampah styrofoam tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.
“Ini sedang dikembangkan di LIPI misalnya memakai insinerator yang dilengkapi dengan unit plasma,” kata Kepala LIPI Laksana Tri Handoko usai rapat peluncuran Baseline Data Nasional Sampah Laut di Jakarta, Kamis (12/12).
Dengan mekanisme unit plasma tersebut LIPI menyakini kandungan racun seperti dioksin dapat diurai hingga mendekati nol persen.
Unit plasma adalah sebuah alat yang menggunakan metode plasma non-thermal yang menguraikan gas buang yang beracun menjadi tidak beracun. Metode plasma sendiri adalah teknologi yang menggunakan proses tumbukan elektron yang dapat mengionisasi dan menguraikan gas beracun seperti NOx. SOx, dioxin dan furan menjadi gas yang aman dan dapat dilepas ke lingkungan.
Ia mengatakan, selama ini masyarakat memproses sampah dengan cara dibakar menggunakan insinerator non standar akan menimbulkan kandungan dioksin sehingga bisa meracuni ekosistem sekitar serta membahayakan kesehatan.
“Tentunya penerapan cara seperti itu tidak bagus,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan sampah-sampah yang tidak bisa didaur ulang perlu dibakar dengan menggunakan teknologi standar.
“Sampah itu harus dibakar menggunakan insinerator dengan teknologi standar sehingga emisinya tidak merusak lingkungan,” kata dia.
Ia mencontohkan styrofoam merupakan sampah yang tidak bisa didaur ulang sehingga perlu penanganan khusus yaitu dibakar agar tidak merusak lingkungan.
Kota-kota besar dan metropolitan yaitu Jakarta, Bekasi dan Tangerang merupakan penghasil sampah dengan angka signifikan dibanding daerah lain. Bahkan, dalam hitungan KLHK setiap orang di kota tersebut menghasilkan 0,7 kilogram per hari.
“Tapi kalau di daerah kota kecil kita pakai angka antara 0,3 hingga 0,5 per kilogram,” katanya.
Berdasarkan riset yang dilakukan LIPI, tingginya volume sampah di kota-kota besar tersebut dipengaruhi gaya hidup masyarakat yang cenderung menginginkan segala sesuatunya serba praktis.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan