Jakarta, Aktual.com — Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki menyatakan bahwa pengadaan listrik dengan target 35 ribu MW merupakan bagian dari strategi pembangunan nasional karena tingginya kebutuhan energi.

“Saya kira semua pengamat dan peneliti sudah memprediksikan 2019 itu krisis energi, bukan hanya BBM tapi juga listrik,sehingga arah pemerintahan kedepan, pak Jokowi-JK ini ingin kembali hidupkan industrialisasi. Maka memang salah satu yang paling penting adalah untuk menyediakan sumber energi termasuk listrik,” ujar Teten di kompleks Istana Negara, Jakarta, Kamis (10/9).

Teten mengatakan bahwa Presiden Jokowi melihat bahwa pembangunan listrik adalah bagian penting dari program besar membangun kembali industri di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi yang menjadi sasaran pembangunan industrialisasi.

“Tadi pak Presiden jelaskan langsung ke saya, lebih tegas, bahwa 35.000 MW itu kebutuhan,” ujar Teten.

Menurut Teten, berdasarkan pengalaman dari pemerintahan sebelumnya bahwa pembangunan produksi listrik 10.000 MW itu meleset.

“Itu memang menjadi sebuah catatan. Jadi yang 35.000 MW itu suatu kebutuhan yang udah disampaikan oleh Presiden di dalam Rapat Kabinet sehingga semestinya ini tidak menjadi sebuah kontroversi,” tambah Teten.

Mengenai bagaimana mencapai target itu, ini bukan hal yang mudah karena ada pengalaman pemerintahan sebelumnya.

“Tetapi pemerintah saat ini sudah memahami kenapa penyebab pembangunan PLTU bisa ‘mangkrak'(mandeg) selama empat tahun. Intinya soal perizinan dan pembebasan,” ujar Teten.

Saat ini pemerintah sedang berusaha dengan paket kebijakan ekonomi untuk mengurangi sumbatan perizinan, termasuk bagaimana dengan UU Nomor 2 Th 2015, pemerintah bisa menyediakan lahan yang biasanya menjadi hambatan utama dari proyek macet atau pembangunan infrastruktur yang macet.

Sebelum 2019 diharapkan pemerintah telah betul-betul mempersiapkan segala sesuatunya sebelum krisis energi itu terjadi.

“Kalau krisis energi terjadi, ini kebutuhan Rumah tangga terganggu, listrik byar pet, apalagi industri. Karena satu persen pertumbuhan ekonomi itu seharusnya 1,2 sampai 1,5 persen lebih tinggi dari pertumbuhan industri yang sudah dicanangkan.

Sekarang pemerintah tengah mempersiapkan deregulasi berbagai izin-izin yang sulit yang menjadi hambatan utama, termasuk penyediaan lahan, tambah Teten.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka