Jakarta, Aktual.com – Pakar kelautan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Muslim Muin Ph.D berpendapat proyek reklamasi Teluk Jakarta pasti tidak bisa dipisahkan dengan proyek Giant Sea Wall (GSW) atau disebut (National Capital Integrated Coastal Development).
Karena itu dia mengaku heran jika ada yang berpendapat reklamasi Teluk Jakarta dan GSW/ NCICD adalah proyek berbeda yang tidak saling berkaitan. “Bagaimana bisa ada yang bilang GSW/ NCICD dan reklamasi itu paket terpisah?” ucap dia, saat dihubungi Aktual.com dari Jakarta, Minggu (12/9).
Kata dia, pulau-pulau reklamasi hasil mengurug laut Teluk Jakarta bakal menghambat air sehingga membuat air berkumpul di Teluk Jakarta seperti septictank. Nah, untuk mengakali itu, dibuatlah tanggul raksasa atau GSW.
Kata dia, air yang tertampung di bak raksasa di dalam GSW itu harus dibuang keluar. Itu membutuhkan pompa. “Bayangkan seperti bak mandi saja jika ada air masuk kalau tidak dipompa tentu bakal luber,” kata dia.
Masalahnya, kata dia, debit aliran air dari hulu ke hilir di Teluk Jakarta saat banjir bisa mencapai 3.000 meter kubik/detik atau lebih. Sedangkan kenyataannya, untuk memompa air sebanyak itu tidak mungkin. Muslim membandingkan dengan pompa yang ada di Waduk Pluit yang hanya berkekuatan 15 meter kubik/detik. Itu pun cuma tersedia enam unit, dengan yang beroperasi hanya tiga unit.
“Mau operasikan 15 meter kubik saja ngga sanggup alias gagal. Apalagi ini mau memompa air sampai 3.000 meter kubik/detik? Pengoperasiannya bakal mahal dan listriknya dari mana?” kata dia.
Sedangkan Belanda, ujar dia, merancang pompanya 730 meter kubik /detik. Mengakalinya dengan menurunkan permukaan air jadi 2,5 – 3 meter. “Kalau menurut hitungan saya, jika air diturunkan 3 meter dengan kolam retensi pompanya 1.100 meter kubik/detik,” ucap dia.
Sedangkan jika tidak ada air yang diatur atau ditampung di kolam retensi, maka pompa harus bekerja keras untuk mengeluarkan air hingga 3.000 meter kubik/ detik sesuai debit banjir Jakarta. Masalahnya, pompa terbesar di dunia itu hanya 600 meter kubik/detik.
“Jadi kalau itu benar ada pompa untuk GSW maka itu akan akan jadi pompa terbesar di dunia. Itu sudah mengerikan,” ucap dia. Torrent (penampung air) saja 1 meter per detik. “Bayangkan di Pluit sebesar 600 meter kubik/ detik. Apalagi harus 1.100 meter kubik/detik. Baca: Luhut ‘Sembunyikan’ Kajian Reklamasi, Pakar ITB: Itu Namanya Tidak Bijaksana
Berdasarkan kajiannya, Muslim menegaskan, reklamasi Teluk Jakarta dan GSW atau proyek NCICD harus dibatalkan sebelum semua terlambat. “Intinya jangan mereklamasi seperti sekarang. Harus di relayout, Keppres harus dibatalkan, izin harus dibatalkan, termasuk dari Ahok dan Foke (Fauzi Bowo) segala macam begitu juga izin yang dikeluarkan Pak Harto harus dibatalkan. Sebelum terlambat semua mari kita hentikan dulu,” ujar dia.
Artikel ini ditulis oleh: