Jakarta, Aktual.Com-Sekjen Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi atau LMND Arif Hidayatullah mengatakan persoalan agraria atau persoalan tanah merupakan persoalan klasik yang dibiarkan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal ini kata dia dibuktikan dengan banyaknya lahan yang dihuni oleh Masyarakat Warga Negara Indonesia Eks. Timor-Timur, namun hari ini belum terdaftar dan belum memiliki sertifikat atau dokmen legal kepemilikan atas tanah. Seperti Desa Oebelo tepatnya di RT 18 RW 007 Kabupaten Kupang terdapat tanah berukuran 3 hektare yang didiami oleh Warga Negera indonesia eks. Timor-Timur sejak tahun 2003.
Namun kata dia tanah tersebut belum terdaftar atau belum memiliki sertifikat tanah. “Hal ini membuktikan bahwa masalah Warga Negara Indonesia eks. Timor-Timur yang oleh pemerintahan SBY diserukan untuk selesaikan secara nasional belum mencapai penyelesaian yang jelas. Disamping itu masalah agraria di propinsi NTT masih dibiarkan oleh Pemerintah Provinsi NTT,” kata Arief melalui pernyataan terlulis yang diterima redaksi, Selasa 14 Maret 2017.
Lebih lanjut Arief memaparkan perlu diketahui jika jumlah Masyarakat eks Timor-Timur yang mendiami lokasi tanah di desa Oebelo RT 18 RW 007 saat ini telah mencapai 52 KK atau sebanyak 381 jiwa.
“Secara umum tanah ini merupakan redistribusi dari Pemerintah Indonesia kepada Warga Negara Indonesia eks Timor-Timur sebagai korban kegagalan politik rezim orde baru. Pemilik tanah sebelumnya ialah Nikanor Mooy Mbatu di Tahun 2003 telah melepas tanah seluas 3 hektare dengan harga sebesar Rp. 15 juta ditambah empat buah rumah kepada panitia penyelenggara tanah yaitu dinas Kimpraswil Provinsi NTT (PU Bidang Cipta Karya),” sebut Arief.
Persoalan tidak adanya dokumen legal kepemilikan tanah ini kata Arief telah menyebabkan hadirnya persoalan lain dibidang sosial dan ekonomi.
“Dengan alasan bahwa tidak adanya sertifikat tanah maka masyarakat yang menetap di atas tanah akan mengalami kesulitan dalam menjalankan pemberdayaan ekonomi dalam bentuk penggarapan lahan untuk sektor pertanian demi perbaikan kesejaterahan ekonomi, ” cetus dia.
Dia menambahkan melihat pada mata pencaharian masyarakat yang mayoritas petani dan buruh serabutan akan sangat sulit mencapai kesejaterahan bila tidak memiliki sertifikat tanah. Hal ini pun akan berdampak pada akses masyarakat dalam mendapatkan pendidikan dan kesehatan, dan akan terjerumus masyarakat ke dalam jurang kemiskinan.
Keadaan objektif masyarakat yang miskin, dengan ketimpangan ekonomi dan struktur sosial kata dia merupakan buntut dari tidak adanya sertifikat tanah bagi mayarakat di Desa Oebelo RT 18 RW 007.
“Keadaan ini menimbulkan kesadaran untuk berjuang yang dibuktikan dengan pembentukan Aliansi Perjuanagan Rakyat NTT oleh Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Wilayah NTT dan Eksekutif Kota Kupang bersama Pemuda Oebelo Peduli Rakyat Tertindas (POPRATER) dan Keluarga Besar Lospalos Lokasih Atas yang berupaya untuk penyelesaian bagi masalah ini,” ucap dia lagi.
Arief melanjutkan beberapa dasar hukum seperti, Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang didasari ketentuan Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 yang menyebutkan bahwa: Bumi, air, ruang angkasa, termasuk kekeyaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan rakyat.
Selanjutnya kata dia wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara tersebut pada ayat 2 pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya selama seorang masih menjadi warga negara indonesia sesuai dengan ketentuan hukum maka selama itu-pun wajib baginya untuk mendapatkan kepastian hukum sesuai dengan skala hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Arief melanjutkan pada Pasal 19 UUPA telah mencantumkan ketentuan-ketentuan umum dari pendaftaran tanah di indonesia. Pada ayat 1 pasal ini telah disebutkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah maka diadakan pendaftaran tanah di Seluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
“Namun sampai dengan hari ini hal tersebut belum dilakukan. Jika ditelaah lebih lanjut maka kewajiban pemerintah adalah menginventarisasikan keseluruhan tanah yang ada di dalam bangsa ini termasuk tanah yang dihuni oleh Warga Indonesia Eks Timor-Timur di Desa Oebelo dan hal itu harus segera dilakukan,” tambah Arief.
Adapun peralihan hak atas tanah juga telah disebutkan pada pasal 26 UUPA tentang perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah dari pemegang sebelum dan menjadi hak pihak lain. Di ayat 1 pasal tersebut kata dia, mengatakan bahwa jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya telah diatur dengan peraturan pemerintah.
Selanjutnya sambung Undang-undang no 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya serta PP No. 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Rugi oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda ada diatasnya.
“Pencabutan hak atas tanah tidak diperlukan persetujuan pemegang haknya, artinya : keputusan pencabutan hak tidak dapat diganggu gugat. Pasal 3 PP No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah mengatur mengenai tujuan pendaftaran tanah serta pasal 11 PP No. 24 Tahun 1997 tentang kegiatan pendaftaran tanah dan bentuk pelaksanaannya,” ujar dia.
Arief menambahkan berdasarkan fakta dan informasi yang didapatkan hingga saat ini tanah yang diperoleh Warga Indonesia eks. Timor-Timur terindikasi belum didaftarkan dan sampai saat ini belum memiliki kejelasan hukum. “Kepres No. 55 Tahun 1993 pasal 1 ayat 2 pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah,” sambung dia.
Dengan demikian kata Arief kami dari Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi mendukung perjuangan rakyat di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mendapatkan haknya sebagai Rakyat indonesia dan mendesak Pemerintah Provinsi NTT untuk segera memenuhi tuntutan dari Rakyat NTT.
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs

















