Jakarta, Aktual.com – Mantan Tim Reformasi dan Tata Kelol Migas, sekaligus Pengamat Ekonomi dan Energi dari UGM, Fahmy Radhi memperkirakan PT Freeport Indonesia tidak akan memenuhi tuntutan rakyat Indonesia sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang No 4 tahun 2009 karena disebabkan sikap pemerintah Indonesia yang lemah dan tidak tegas.
Dapat dilihat sejauh ini pemerintah telah memenuhi keinginan Freeport melakukan ekspor konsentrat tanpa adanya kepastian divestasi dan pembangunan smelter. Bahkan lebih parah, pemerintah juga telah memberikan isyarat untuk memperpanjang kontrak Freeport.
“Kendati izin ekspor bersifat sementara, Freeport semakin percaya diri bahwa Pemerintah Indonesia akan selalu mengizinkan untuk ekspor tanpa bersusah paya membangun smelter,” katanya di Jakarta, Selasa (15/8).
“Freeport tidak akan pernah melepaskan 51 persen, paling dia mau 30 persen dan memaksa penggunaan tax rezim naildown,” tambahnya.
Sebagaimana dipahami saat ini pemerintah melalui tim negosiasi Freeport yang terdiri dari lintas kementerian sedang melakukan kajian intensif untuk menyelesaikan sengketa dengan Freeport.
Adapun yang menjadi bahasan adalah tentang divestasi, perpajakan, perpanjangan kontrak dan pembangunan smelter. Dari empat isu itu, masing-masing dibagi dua antara kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan.
Kementerian ESDM membahas perpanjangan kontrak dan pembangunan smelter, sementara Perpajakan dan divestasi dibahas di Kementerian Keuangan.
Hasil dari kajian ini dipadukan oleh tim negosiasi yang nantinya menjadi sikap pemerintah dalam bernegosiasi dengan Freeport. Direncanakan dalam waktu dekat Richard Andkerson akan datang ke Indonesia untuk berunding mengenai keberlangsungan pertambangan di Papua.
Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan