Dewie keluar dari gedung KPK pukul 02.40 setelah diperiksa lebih dari 24 jam. Ia dikawal ketat petugas KPK untuk masuk mobil tahanan. Dewie dan tiga tersangka lainnya ditahan di rumah tahanan KPK, sedangkan salah satu tersangka bernama Bambang ditahan di rumah tahanan KPK cabang Guntur.

Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi VII DPR RI dari fraksi Hanura, Dewie Yasin Limpo telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kabupaten Deiyai, Papua. Dia diduga menerima suap sebesar 177.700 Dollar Singapura dari petinggi PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiadi.

Uang ratusan ribu Dollar Singapura itu disebut sebagai ‘DP’ atas komisi Dewie. Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati mengatakan, jika kedua belah pihak, Dewie dan PT Abdi Bumi telah menyepakti jumlah komisi agar proyek tersebut bisa masuk ke dalam pos anggaran Kementerian ESDM untuk 2016.

“Commitment fee nya tujuh persen dari nilai proyek,” kata Yuyuk,” jelas Yuyuk, saat dikonfirmasi, Jumat (23/10).

Untuk pembahasan mengenai komisi tersebut, sambung Yuyuk, Dewie mengutus dua staf pribadinya yakni Bambang Wahyu Adi dan Rinelda Bandaso. “BWH berperan aktif seolah-olah mewakili DYL (Dewie Yasin Limpo) dengan RB (Rinelda Bandoso) untuk menentukan nilai komitmen tujuh persen dari total proyek,” terangnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pada awalnya Dewie melalui Bambang dan Rinelda meminta komisi sepuluh persen kepada PT Abdi Bumi. Namun, permintaan persentase komisi itu tidak disetujui oleh pihak PT Abdi Bumi.

Setelah melalui perdebatan alot, akhirnya kedua pihak sepakat di angkat tujuh persen dari nilai proyek sebesar Rp 255 miliar.

Seperti diketahui, Dewie, Bambang dan Rinelda ditetapkan sebagai tersangka setelah berhasil diringkus pada Selasa (20/10). Dewie dan Bambang ditangkap di bandara Soekarno-Hatta, sedangkan Rinelda ditangkap saat bertransaksi suap dengan Setiadi, di sebuah restoran di bilangan Kelapa Gading, Jakarta.

Ketiganya dijerat dengan Pasal 12 huruf atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby