Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan penandatanganan nota kesepakatan (MoU) terkait perlindungan terhadap saksi dan korban tindak pidana.

Ketua LPSK Abdul Haris berharap dengan nota kesepakatan itu, Kejagung benar-benar memberi jaminan hukum kepada para saksi atau korban.

“Diharapkan perlindungan saksi dan korban proses peradilan diharapkan dapat lancar. Yang tidak kalah penting itu jaminan hukum pada saksi dan korban,” pungkas dia.

Ada lima poin yang dicantumkan dalam nota kesepakatan tersebut. Berikut isi nota kesepakatan antara Kejagung dan LPSK.

Poin pertama, setiap saksi atau korban tindak pidana korupsi, terorisme, narkotika, pelanggaran HAM berat, pencucian uang serta tindak pidana lainnya berhak mendapat perlindungan dari ancaman yang membahayakan jiwa dari saksi dan korban itu sendiri.

Kedua, Kejagung harus memberikan perlindungan terhadap pelapor (informan whistleblower) dan saksi termasuk korban yang dijadikan saksi saat diminta keterangan dalam proses peradilan.

Ketiga, pelaksanaan perlindungan yang meliputi layanan bantuan pemenuhan hak korban dalam proses mendapatkan ganti kerugian dalam wujud ganti rugi atau restitusi dari pihak pelaku atau kompensasi dalam bentuk ganti rugi (restitusi) yang tidak dapat dipenuhi oleh pelaku, atau bantuan medis dan psikologi serta psikososial yang diberikan oleh negara.

Keempat, Kejagung harus memberi bantuan hukum dan tindakan hukum lainnya baik di bidang perdata dan Tata Usaha Negara bagi setiap aktivitas perlindungan saksi dan korban.

Terakhir, Kejagung diminta meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam aktivitas perlindungan saksi dan korban. Sementara pas poin terakhir, Kejagung juga harus memberikan perlindungan terhadap kegiatan saksi atau korban sesuai kesepakatan.

Nota kesepakatan ini berlaku sampai lima tahun ke depan. Hanya saja, nota kesepakatan ini dapat diperpanjang sesuai pertimbangan dari kedua belah pihak.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby