Hal ini yang diperlukan, sehingga diperlukan suatu regulasi yang tegas untuk bisa mengembalikan kehidupan sosial korban seperti sebelum terjadinya tindak pidana.

Untuk itu, kata Semendawai, tema ini diangkat LPSK agar banyak pihak yang belum memahami layanan psikososial bagi korban kejahatan mengerti, apalagi layanan psikososial memerlukan peran serta dari banyak pihak.

Semendawai mengungkapkan salah satunya lahirnya UU Perlindungan Saksi dan Korban yang mengatur secara implisit tentang hak-hak korban kejahatan dan sebagai pelaksana pemenuhan hak korban, yakni UU Perlindungan Saksi dan Korban mengamanatkan pembentukan LPSK.

“Ada beberapa hak korban yang diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban, yang dapat dilihat di Pasal 5. Selain itu, korban juga berhak mendapatkan bantuan medis, rehabilitasi psikologis dan psikososial,” tuturnya.

Sedangkan Pasal 6 UU Perlindungan Saksi dan Korban, menyebutkan rehabilitasi psikososial adalah semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual Korban sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid