Jakarta, Aktual.com — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban siap membantu Badan Reserse Kriminal Mabes Polri yang mengajukan permohonan perlindungan untuk dua orang terkait kasus penjualan organ tubuh.

“Dua orang itu terdiri dari satu orang saksi dan satu orang saksi korban,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (8/2).

Namun, menurut dia, LPSK belum bisa mendapatkan akses langsung kepada dua orang tersebut karena pengajuan permohonan perlindungan diajukan oleh Bareskrim secara tertulis.

LPSK mengharapkan Bareskrim bisa memberikan akses secara langsung kepada dua orang tersebut untuk dilakukan penelaahan.

“Kami berharap Bareskrim bisa memberikan akses bagi kami untuk melakukan penelaahan, karena itu merupakan salah 1 syarat diberikannya perlindungan,” ujarnya.

LPSK juga mengharapkan saksi dan korban lain terkait penjualan organ mau ikut memberikan keterangan, karena ditakutkan kasus ini banyak terjadi namun tidak terungkap.

Saat ini polisi sedang mengusut sindikat penjualan organ yang terjadi di Jawa Barat. Namun polisi mengalami kesulitan karena saksi tidak berani memberikan keterangan.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menegaskan bahwa pelaku yang memperjualbelikan organ tubuh manusia harus diproses hukum.

“Kalau memang ada jual beli organ dan ditemukan oknum terlihat kita serahkan ke polisi,” kata Menkes di Jakarta, Kamis (4/2).

Dia menegaskan, organ tubuh manusia tidak boleh diperjualbelikan jika ada kegiatan jual beli tersebut melibatkan siapa pun termasuk dokter maka harus diproses secara hukum.

Menkes mengatakan, Kementerian Kesehatan pasti akan memberikan sanksi bagi pelaku namun saat ini biarkan polisi yang melakukan tugas penyidikan untuk menegakkan hukum.

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri telah memeriksa delapan orang saksi dalam kasus penjualan organ ginjal. Dalam kasus tersebut, kepolisian telah menetapkan tiga tersangka yang berinisial A alias AG, D alias DD dan H alias HS.

Modus operandi dari ketiga tersangka tersebut adalah menawarkan uang lebih dari Rp50 juta kepada para korban yang merupakan masyarakat dari kelas ekonomi menengah ke bawah dengan syarat mereka mau menyerahkan ginjal mereka.

Ginjal para korban itu kemudian dijual tersangka kepada pembeli sekitar Rp200 juta hingga Rp300 juta.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara