“Kami selaku penasihat hukum sudah berkali-kali berkoordinasi dengan penyidik kapan ini pelapor mau diperiksa, pelapornya juga bahkan sudah datang berkali-kali, tapi selalu ditolak untuk diperiksa. Alasannya tunggu panggilan resmi lah, kanit tidak ditempat-lah, makanya akhirnya kami pilih upaya dumas tersebut. Biar ada pressure sehingga responnya bisa lebih cepat,” ungkapnya.

Tapi anehnya, ucap Jaka, ketika mengetahui adanya pengaduan masyarakat (Dumas) tersebut, penyidik malah beranggapan bahwa tindakan tersebut adalah “pernyataan perang”.

“Anehnya, ketika penyidik mengetahui adanya dumas itu, dianggapnya kami ngajak perang. Pun soal dumas itu, adalah upaya prosedural yang diperbolehkan bagi kami selaku penasihat hukum yang dijamin oleh undang-undang, jadi ngga usah terlalu berlebihan,” kata Jaka menyesalkan.

Sementara Kavid Humas LQ Indonesia Lawfirm, Sugi menyatakan tindakan yang dilakukan penyidik Polres Metro Jakarta Timur dalam kasus ini, tidak sejalan dengan visi misi Kapolri yang mengedepankan pencegahan permasalahan, pelaksanaan keadilan restoratif dan problem solving sesuai Peraturan Kapolri No 6 tahum 2019.

“Tapi kami di LQ tidak akan bertoleransi terhadap tindakan-tindakan yang akan menurunkan citra dan kepercayaan institusi Polri, makanya kemarin kami layangkan aduan ke Bidpropam Mabes Polri, sebagai bukti kepedulian kami terhadap institusi Polri agar mereka membenahi oknum,” kata Sugi.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin