Sugi menjelaskan, idealnya ketika pihak berperkara, dalam hal ini pelapor dan terlapor sudah berdamai, menurut Perkap No 6 tahun 2019 maka penyidik akan memanggil pelapo, melakukan pemeriksaan tambahan, mengadakan gelar perkara, lalu menghentikan perkaranya. Dengan begitu, bukan hanya penyidik bisa mengurangi beban kerjanya, tetapi pelapor dan terlapor juga bisa mendapatkan haknya.

“Tapi sayangnya, di Polres Metro Jakarta Timur ini engga begitu, ketika penyidik mengetahui bahwa antara pelapor dan terlapor sudah ada perdamaian, bukannya panggil dan periksa terlapor, penyidiknya justru malah minta uang pencabutan laporan,” jelas Sugi.

Perkara ini bermula ketika pada 11 April 2022, para tersangka Agung, Omberto dan Eka menemui korban Ical di Cawang, Jakarta Timur. Dalam pertemuan itu sempat terjadi ketegangan antara mereka yang diduga diwarnai dengan adanya pemukulan. Korban pun kemudian melapor ke Polres Metro Jakarta Timur, yang kemudian langsung melakukan penangkapan dan penahanan terhadap para ketiga tersangka.

Kemudian, pada tanggal 26 April 2022, ketiga tersangka dan korban bersepakat untuk menyelesaikan perdamaian secara restorative justice, korban dan pelapor bahkan telah melayangkan surat permohonan pencabutan laporan polisi tersebut, namun hingga sampai berita ini ditayangkan, laporan tersebut belum juga dihentikan bahkan para tersangka masih ditahan di rutan Polres Jakarta Timur.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin