Proyek LRT yang terdiri enam lintas layanan tersebut meliputi tahap pertama, yakni Cawang-Cibubur (14,3 km) Cawang-Kuningan-Dukuh Atas (10,5 km), Cawang-Bekasi Timur (18,3 km), sementara tahap kedua meliputi Dukuh Atas-Palmerah-Senayan (7,8 km), Cibubur-Bogor (25 km), dan Palmerah-Grogol (5,7 km) ditargetkan rampung pada tahun 2018 sebelum Asian Games dimulai. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Proyek-proyek infrastruktur yang dikebut oleh pemerintah Joko Widodo (Jokowi) ternyata berpotensi mangkrak. Salah satunya proyek LRT yang membutuhkan dana Rp23 triliun.

Kondisi ini perlu sangat diwaspadai, pasalnya kemungkinan proyek-proyek mangkrak itu masih tetap dianggarkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sehingga kembali akan menjadi beban APBN ke depannya.

“Proyek LRT ini mahal sekali. Tapi kemudian berpotensi mangkrak karena PT Adhi Karya (Persero) Tbk kehabisan dana. Ini berpotensi pemerintah memeras uang negara, peras pajak rakyat. Akhirnya rakyat yang menanggung bebannya,” tandas pengamat ekonomi politik dari Universitas Bung Karno, Salamuddin Daeng, kepada Aktual.com, Selasa (14/2).

Anehnya lagi, kata dia, selama ini banyak proyek infrastruktur yang mengalami mangkrak, tapi dalam setiap penyusunan APBN selalu dianggarkan. Ini pola mencuri uang negara yang sudah melewati batas.

“Ingat Pak Presiden, banyak proyek mangkrak, rusak, dan lain-lain, tapi tetap dianggarkan dalam APBN,” ungkap dia.

Sehingga lanjutnya, yang terjadi anggaran di APBN habis, tapi proyek tidak pernah bisa digunakan. “Ini justru perilaku malingnya itu yang kelewatan batas. Ingat Pak Presiden,” ujar Salamuddin.

Sebagai informasi, proyek LRT membutuhkan dana senilai Rp23 triliun. Tapi sayangnya, hingga saat ini proses kemajuan dari proyek tersebut baru mencapai 12 persen. Meski begitu, Menteri BUMN Rini Soemarno nenegaskan, pihaknya optimis LRT dapat selesai pada 2019.

Padahal, Sekretaris Perusahaan ADHI, Ki Syahgolang menyatakan, selama ini proyek LRT senilai Rp23 triliun tersebut sudah ditalangi oleh ADHI sebesar Rp2 triliun.

Untuk itu, perlu ada kepastian skema pembiayaan, karena perseroan tidak sanggup menanggung semua. Kabar terakhir, APBN tidak cukup untuk membiayai proyek ini.

“ADHI menalangi kurang lebih sekitar Rp2 triliun. Dana Rp2 triliun itu diperoleh dari Penyertaan Modal Negara (PMN) yang didapat pada 2015 lalu sebesar Rp1,4 triliun, serta dana hasil pinjaman,” jelasnya.

Rini sendiri menyebutkan, hanya akan melakukan penjaminan dari instrumen investasi yang dikeluarkan oleh ADHI atau BUMN lainnya demi proyek LRT tersebut.

“Pemerintah sedang melihat karena kami akan package memanfaatkan penjaminan pemerintah, atau sebagian bisa mendapatkan dukungan APBN, tapi mungkin skema publik service obligation (PSO)-nya,” klaim dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan