Alasan kedua: Komitmen yang Kuat pada Stabilitas dan Penegakan Hukum

Selama 10 tahun, Jokowi juga fokus pada stabilitas politik dan penegakan hukum sebagai pilar utama. Komitmennya untuk menjaga keamanan dan ketertiban nasional, namun punya resiko mengorbankan aspek demokrasi.

Hal ini berdampak pada:

Indeks Demokrasi: Dalam upaya menjaga stabilitas, manuver politik aktor pemerintahan membuat DPR dan partai politik tak lagi mampu menjadi suara pengimbang kebijakan presiden.

Manuver ini meredam demokrasi yang seharusnya memberi ruang bagi aspirasi publik dan kritik konstruktif.

Memang manuver politik tersebut menjaga kestabilan pemerintahan, namun memberi nilai negatif pada Indeks Demokrasi.

Indeks Korupsi (Netral): Meskipun ada upaya penegakan hukum, tapi pemberantasan korupsi di Indonesia masih belum signifikan.

Kebijakan reformasi birokrasi yang lambat dan pemberantasan korupsi yang inkonsisten menghasilkan rapor netral di Indeks Korupsi.

Kelemahan ini menghalangi peningkatan signifikan di sektor tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.

Indeks Kebahagiaan (Netral): Stabilitas keamanan memang terjaga, tetapi menurunnya indeks demokrasi memengaruhi kepuasan hidup masyarakat. Pada akhirnya ini berkontribusi pada skor kebahagiaan yang stagnan.

Meski stabilitas ekonomi dan sosial meningkat, kebahagiaan publik tidak bergerak naik karena menurunnya indeks demokrasi.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano