Jakarta, Aktual.com – Direktur Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA menyampaikan empat alasan pokok untuk menetapkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai tersangka kasus penistaan agama.
Argumentasi ini dikaji dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Diantara aspek yang dimaksud yakni mengenai keseimbangan, kedamai bangsa, serta menegakkan kedaulatan hukum yang berlaku sama bagi setiap rakyat Indonesia.
“Ada empat alasan mengapa Ahok Tersangka adalah keseimbangan yang paling damai, elegan, dan bisa diterima oleh semua pihak. Dan hasil itu sesuai pula dengan jargon hukum sebagai panglima,” katanya secara tertulis, Sabtu (5/11).
Pertimbangan pertama jelasnya, untuk menyelamatkan wibawa pemerintah agar tak kehilangan muka bagi bangsa. Mengingat Jusuf Kalla selaku wakil presiden beserta Kapolri juga berjanji bahwa mereka akan menuntaskan kasus Ahok secara tegas dan cepat dalam waktu 2 minggu.
Kemudian jika Ahok ditersangkakan, ini mampu menyelamatkan wibawa Jokowi selaku presiden Indonesia. Dengan itu juga sebagai wujud menepiskan tuduhan bahwa Jokowi melindungi Ahok, serta merebut kembali legitimasi dan kecurigaan masyarakat bahwa tak ada ‘kartu AS’ Jokowi yang dipegang Ahok.
“Dunia luar bisa diyakinkan bahwa Ahok menjadi tersangka bukan karena tuntutan massa. Toh dengan menjadi tersangka, Ahok belum tentu bersalah dan terpidana, karena itu wewenang pengadilan yang nanti memutuskan,” tuturnya.
Kedua, gerakan Bela Islam juga tak kehilangan muka. Gerakan ini berhasil menghimpun people power yang mungkin terbesar setelah reformasi. Menurur denny, gerakan ini disebut people power karena banyak peserta yang swadana, membiayai kedatangannya sendiri. Banyak pula yang didanai oleh komunitasnya.
Jumlah mereka yang berkumpul di Jakarta hingga 1 juta. Mereka menyuarakan hal yang sama yaitu “Hukum Ahok Si Penista Agama”. Itulah yang riel terjadi. Tanpa ada hasil yang kongkret soal Ahok, secara common sense saja pasti akan memicu gerakan yang lebih besar lagi. Massa membutuhkan keadilan hukum, maka dingan menetapkan Ahok sebagai tersangka, itu menjadi pencapaian minimal yang bisa memuaskan rakyat.
“Maka kondisi jutaan itu sangat beresiko dan berbahaya buat negara. Apalagi api gerakan itu girah agama. Bisa jadi ada politisasi di sana sini. Namun siapapun yang sudah malang melintang dengan dunia gerakan, segera mengerti. Mustahil ada gerakan sebesar itu jika tak ada gerakan hati yang memang jujur dirasakan oleh pelakunya. Gerakan hati itu girah agama,” tuturnya.
Ketiga, status tersangka merupakan paling aman dan paling adil buat Ahok sendiri. Saat ini katanya, sudah menyebar seruan jika hukum nasional tidak dijalankan secara cepat dan tegas, hukum agama yang akan bekerja. Bahkan di social media ada yang menghadiahkan uang untuk hukum jalanan bagi Ahok.
“Di satu lokasi kenang Denny, ketika kampanye, Ahok bahkan diuber massa. Ia lalu diselamatkan lewat angkot. Untuk itu, siapa yang bisa menjamin, ke depan setelah 4 November hal itu tak kan terjadi lagi? Ini juga tak adil dan kasihan buat Ahok,” ujar Denny.
Hal lain tambahnya, dalam situasi seperti sekarang, para pendukung Ahok harus lebih terbuka mata. Kemarahan karena girah agama itu riel. Ini tak bisa dihadapi semata dengan mengajak berdebat soal tafsir. Biarlah nanti hakim yang memutuskan.
Lagi pula kata Denny, dengan menjadi Ahok tersangka, tidak serta merta dia ditetapkan bersalah karena Ahok masih bisa membela diri di pengadilan. Sebaliknya sisi positifnya, dengan status tersangka itu justru melindungi Ahok dari hukum jalanan dan hukum agama.
Keempat, dengan Ahok tersangka, keliaran isu yang berkembang bisa dikontrol, karena dia mencermati gerakan yang ada sudah mulai merembet untuk menurunkan Jokowi. Belum lagi ancaman kepada kaum minoritas yang dikhawatirkan mengulangi kejadian tahun 1998.
“Kita tak ingin people power ini menjadi liar. Semua harus ‘kembali ke laptop’ Akar masalahnya ada di Ahok. Kembali dan berakhir di Ahok saja. Inilah pilihan sulit bagi kita sebagai bangsa. Namun jika itu tak dilakukan cepat dan segera akan jauh lebih buruk lagi buat kita semua. Apalagi pasal yang potensial dilanggar memang ada: pasal 156 junto 156a KUHP,” tandasnya
Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan