Sementara, ketika bencana karhutla terjadi, tidak ada pilihan lain selain melakukan pemadaman seperti terjun langsung ke lapangan dan ‘water bombing’ dengan menggunakan helikopter.
“Kalau melihat sejarah karhutla di Indonesia, bisa dikatakan kita gagap menghadapinya, apalagi ditambah musim kering, angin dengan kecepatan membakar dan soal bagaimana memadamkan, mendekati saja susah, sumber air juga kering,” tuturnya.
Menurut Teguh, penegakan hukum jangan hanya dilihat dari jumlah orang yang ditangkap tapi lebih bagaimana menegakkan hukum terhadap kejahatan korporasi karena tidak sedikit korporasi yang melakukan pembakaran hutan masih bebas di luar sana.
“Belum lagi kalau kita lihat di Riau itu, pertanyaannya kenapa masih dibiarkan beroperasi?” ujarnya.
Sebelumnya, upaya memadamkan api yang membakar hutan dan lahan di Provinsi Riau terus dilakukan dan hingga 5 Maret 2019 telah dilakukan 966 kali pemadaman lewat udara (water boombing) dengan air yang dijatuhkan sebanyak 3.316.800 liter.
Artikel ini ditulis oleh: