Jakarta, Aktual.com – Pernyataan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang menyebut tidak ada masalah di proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta, sangat mengecewakan. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, yang selama ini sudah berjibaku menolak reklamasi termasuk lewat jalur hukum, menilai pernyataan Luhut menjadi bukti nyata keberpihakan, bukan kepada rakyat Jakarta, tapi kepada pengembang.
Sebab kesimpulan Luhut hanya berdasarkan diskusi dengan PLN dan pengembang saja, tidak dengan rakyat sekitar yang terdampak. Padahal keberadaan Pulau G menimbulkan persoalan kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap sumber kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir, perempuan dan laki-laki.
“Itu justru tidak menjadi pertimbangan dia (Luhut),” ujar Martin Hadiwinata dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mewakili Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, kepada Aktual.com, Kamis (8/9).
Pernyataan Luhut juga menunjukkan abai terhadap hasil-hasil kajian sebelumnya yang menemukan ada masalah di proyek reklamasi, terutama Pulau G. Sedangkan hasil kajian dari tim bentukan Luhut setelah menggantikan Rizal Ramli pun hingga sekarang tidak bisa diakses untuk ditelaah publik. “Padahal hasil kajian itu selama ini diklaim (Luhut) sebagai basis pengambilan keputusan oleh Kemenko Maritim,” ucap dia.
Sikap Luhut menjadi semakin janggal, mengingat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti sudah mengeluarkan rekomendasi penanganan Pulau G. “Isi rekomendasinya tegas, KKP merekomendasikan reklamasi Pulau G dihentikan,” kata dia.
Belum lagi jika melihat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 31 Mei 2016 terhadap gugatan nelayan atas SK Ahok yang mengizinkan reklamasi Pulau G. Hakim Ketua Adhi Budhi Sulistyo saat itu tegas memutuskan proyek reklamasi Pulau G untuk dihentikan, setelah melihat bukti-bukti yang disodorkan nelayan.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, ujar Martin yang mewakili Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, berpendapat sikap Luhut jelas merupakan bentuk pembangkangan atas hukum, yakni putusan PTUN Jakarta. Sikap yang dianggap tidak pantas, mengingat Luhut merupakan mantan Menkopolhukam. “Sikap yang menunjukan kemunduran demokrasi dengan tidak menghargai lembaga yudikatif,” kata dia.
Bukan hanya itu. Luhut juga dinilai seperti mengabaikan kajian lingkungan dan sosial yang sudah dilakukan sejak dulu terkait proyek reklamasi dan Giant Sea Wall (GSW). Di antaranya, kajian ketidaklayakan lingkungan hidup yang dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup. “Padahal di dalam kajian itu jelas menunjukkan potensi kerugian besar dari kerusakan yang diakibatkan proyek reklamasi,” ujar dia.
Karena alasan-alasan tersebut, menurut Martin, pernyataan Luhut bahwa reklamasi Pulau G tidak bermasalah, harus dipersoalkan. Selain itu, Luhut juga didesak segera membuka kajian-kajian yang diklaim sudah dilakukan.
Dan patut diingat, sehari setelah dilantik menggantikan Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman, 27 Juli lalu, Luhut juga sudah keluarkan pernyataan yang seperti memberi sinyal pertimbangkan kepentingan pengembang reklamasi Teluk Jakarta. Terutama terkait nasib Pulau G yang digarap PT Muara Wisesa Samudera (MWS), anak perusahaan pengembang PT Agung Podomoro Land (APL).
“Jangan kita bikin salah. Jangan karena (kebijakan) kita lalu investor dirugikan, itu juga tidak fair,” kata Luhut saat itu. Alhasil, pernyataan Luhut sekarang seperti membuktikan sinyal itu benar adanya. Baca:Sehari Gantikan Rizal, Menko Luhut: Kebijakan Jangan Merugikan Investor
Pernyataan Luhut Menuai Tanya
Bukan hanya Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang mengkritik keras pernyataan Luhut. Guru besar ilmu politik Universitas Indonesia (UI) Nazaruddin Sjamsuddin melalui akun twitter-nya @nazarsjamsuddin juga berpendapat jika begitu sikap Luhut, maka dia juga harus memecat Menteri LHK Siti Nurbaya.
“Menko Maritim: ‘Reklamasi Jakarta tidak bermasalah’. Kalo gitu pecat dong Menteri LKH yang bersama Rizal Ramli mempersoalkan reklamasi tersebut,” tulis Nazaruddin.
Sebab Menteri Siti punya sikap berbeda dengan Luhut. Saat Menko Kemaritiman masih dijabat Rizal Ramli, tiga pulau reklamasi dinyatakan disegel karena ditemukan banyak pelanggaran, yakni Pulau C, Pulau D dan Pulau G. Menteri Siti juga meminta Pemprov DKI batalkan reklamasi Pulau E.
Keanehan juga terlihat dari klaim Luhut bahwa reklamasi Pulau G ‘manageable’ dan tidak mengganggu kabel listrik dan cooling water PLTU Muara Karang. “Enggak ada masalah, tadi dilaporin semua manageable,” ujar Luhut, di Jakarta, Rabu (7/9).
Kata Luhut, dirinya sudah berdiskusi dengan PLN dan pengembang PT Muara Wisesa Samudra. Luhut yakin PLN tidak keberatan dengan kegiatan reklamasi di dekat PLTU. Meskipun belum bisa memastikan kelanjutan Pulau G, Luhut menegaskan sudah tidak ada masalah di Pulau G.
Pernyataan Luhut bahwa PLN tidak keberatan dengan proyek reklamasi Pulau G pun jadi pertanyaan. Pasalnya PLN pada Juli lalu jelas sudah menyampaikan surat protes terhadap pelaksanaan dan pembangunan reklamasi Pulau G di Pantai Utara Jakarta.
Saat itu, Staf Ahli Bidang Kebijakan Publik Kemenko Maritim dan Sumber Daya, Gede Sandra, mengungkapkan PLN melayangkan protes ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), khususnya akan dampak reklamasi terhadap pembangkit listrik di Muara Karang. “Intinya disebutkan bahwa PLN sangat terganggu dengan reklamasi Pulau G,” kata Gede Sandra, 19 Juli lalu.
Surat protes PLN menyebutkan bahwa aktivitas reklamasi Pulau G berpotensi merusak sistem operasi pembangkit listrik Muara Karang. Secara teknis, air laut diperlukan sebagai pendingin. Air laut yang dingin akan masuk ke kompresor dan keluar menjadi air hangat.
Ketika ada pelaksanaan reklamasi Pulau G berikut aktivitas di atas proyek reklamasi, air laut disampaikan tidak menjadi dingin lagi. Padahal kompresor memerlukan air dingin, bukan air hangat. “Begitu kompresor tidak dapat air dingin, itu akan merusak sistem secara keseluruhan. Dan akhirnya mengganggu suplai listrik kepada penduduk DKI Jakarta,” ucap Sandra. Baca: Akibat Reklamasi Pulau G, PLN Sudah Sampaikan Protes ke KKP
Artikel ini ditulis oleh: