Jakarta, Aktual.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ditantang oleh anggota DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Haji lulung menuntut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke pengadilan terkait dengan hasil audit pembelian lahan RS Sumber Waras.
“Kalau Ahok berani ke pengadilan untuk menuntut BPK, saya berani potong telinga,” ujar Lulung dengan tegas saat ditemui usai diskusi politik di Universitas Negeri Jakarta, Kamis (14/4).
Lulung menuding apa yang dilakukan Ahok terhadap lembaga negara tersebut merupakan tindakan yang tidak bisa dibiarkan dan terkesan ingin cuci tangan.
“Kan Azhar (Ketua BPK) sudah menantang Ahok untuk ke pengadilan, tapi saya yakin Ahok tidak berani. Saya apresiasi Azhar karena pasti benar,” tukas Lulung.
Lulung berjanji, apabila Ahok berniat untuk menuntut BPK ke pengadilan maka dirinya akan menyiapkan sebanyak 1.000 pengawal untuk menjaga gubernur DKI Jakarta tersebut.
LHP BPK terhadap laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta tahun anggaran 2014 menuai protes dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
LHP BPK menyebutkan terdapat 70 temuan dalam laporan keuangan daerah senilai Rp2,16 triliun, satu di antaranya soal pengadaan tanah RS Sumber Waras di Jakarta Barat yang dinilai tidak melewati proses pengadaan memadai, bahkan nilai kerugiannya diindikasikan senilai Rp191 miliar.
Pemprov DKI Jakarta membeli lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp800 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan DKI 2014. Pada perkembangannya, BPK menilai, lahan seluas 3,6 hektare itu tidak memenuhi syarat yang dikeluarkan Dinas Kesehatan DKI.
Selain itu, BPK menilai, lahan yang dibeli nyatanya dinilai tidak siap bangun karena tergolong daerah banjir dan tidak ada jalan besar di sekitarnya.
Bukan hanya itu, BPK menganggap, NJOP dari lahan yang dibeli Pemprov DKI sekitar Rp7 juta per meter, tetapi Pemprov DKI Jakarta justru membayar NJOP senilai Rp20 juta.
Secara terpisah, Ahok menegaskan, pembelian lahan tersebut sudah memenuhi persyaratan dan proses administrasi yang benar sehingga tidak mengakui hasil audit BPK terkait RS Sumber Waras, termasuk NJOP digunakan sesuai tahun pembelian, yang berbeda dengan nilai acuan BPK karena menggunakan nilai tahun sebelumnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara