Kepala Pusat Kajian AKBP Untung Sangaji, menjadi pembicara pada acara diskusi di Jakarta, Sabtu (16/1/2016). Diskusi tersebut membahas peristiwa Bom Sarinah dengan tema "Dibalik Teror Jakarta". dalam kesempatan tersebut AKBP Untung Sangaji memperlihatkan Sejata Pistol yang digunakan untuk menembak teroris pada pristiwa Bom Sarinah, Untuk sengaja memperlihatkan senjatanya sebagai bukti kesiapan dan kesiagaannya selalu dalam segala pristiwa. Sementara itu, Tamat yang juga ikut menyergap teroris tersebut, dikatakan dan ditunjukan AKBP Untung bahwa senjata pistol yang dibawa Tamat sangat tidak layak.

Jakarta, Aktual.com — AKBP Untung Sangadji, seorang tenaga pengajar di Pusdik Polisi Udara dan Air Baharkam Polri, berada di garis terdepan ketika melumpuhkan serangkaian aksi terorisme di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

Saat itu, Untung sedang bertugas menjaga jalur perlintasan di luar ring satu Istana Negara. Bersama rekannya, IPDA Tamat Suryani, ia menembak mati seorang pelaku teroris bernama Sunakim alias Afif.

Menurut Untung, ketika itu dirinya hanya menjalankan tugas melakukan pengamanan ketika mengetahui adanya aktifitas peledakan bom yang dilakukan kawanan teroris.

Sewaktu kejadian, ia mengakui mengenakan kemeja putih saat beraksi memburu para teroris. Untung sedikitpun tak merasa takut ketika harus berhadapan langsung dengan pelaku pembawa bom. Dia hanya berpikir, agar bom yang berada di dalam ransel dengan ukuran lebih besar tak meledak.

“Gak usah nanya saya berani, untuk apa saya jadi polisi kalau nggak berani? Kita menganggap kaki satu sudah di atas kuburan. Kalau kita tidak bisa melakukan untuk rakyat, untuk apa jadi polisi, untuk apa jadi perwira,” ucap Untung dalam sebuah diskusi dibilangan, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (16/1).

Perwira menengah ini berpesan, bahwa polisi Indonesia tidak boleh memiliki rasa takut dalam menjalankan tugas, meski nyawa menjadi taruhannya.

“Enggak ada takut, perwira Indonesia nggak ada rasa takut. Kalau ada perwira dan tamtama takut, malu!,” tegasnya.

Untung menilai, jika saat itu dirinya dan Tamat tidak dengan cepat melumpuhkan teroris yang masih membawa bom, bisa saja bom yang ukurannya daya ledak lebih besar itu meledak.

“Ada bom yang lebih besar di punggungnya. Berat sekali dia jalan. Nah ini bahaya, saya akhirnya mengambil tindakan penyelesaian di tempat. Jika bom itu meledak bisa 2 km lebih. Anda lihat bom yang kecil saja paku terbang sampai ke lantai 2,” bebernya.

Dalam insiden ledakan bom yang diwarnai aksi baku tembak antara polisi dengan kelompok teroris di Sarinah, MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1) lalu, telah menewaskan sedikitnya 7 orang korban.

Lima diantaranya merupakan pelaku penyerangan. Sedangakan, dua korban lainnya yaitu masyarakat sipil dan warga negara asing (WNA) asal Kanada keturunan Aljazair.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan