Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin menjalani sidang pembacaan dakwaan dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/12). Nazaruddin diduga melakukan pencucian uang karena membeli saham PT Garuda Indonesia dengan menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT DGI sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet Sea Games 2011 dan disangkakan pasal 3 atau pasal 4 juncto Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz/15.

Jakarta, Aktual.com — Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin didakwa oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi telah menerima uang suap puluhan miliar rupiah, dari PT Duta Graha Indah (sekarang berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Engineering) dan PT Nindya Karya.

Mantan anak buah Susilo Bambang Yudhoyono itu didakwa menerima 19 cek yang jumlahnya sebesar Rp 23.119.278.000 melalui Manajer Pemasaran PT Duta Graha, Mohamad El ldris, serta menerima uang tunai Rp 17.250.750.744 dari PT Nindya Karya yang diserahkan oleh Heru Sulaksono.

“Terdakwa M Nazaruddin mengetahui atau patut diduga bahwa pemberian-pemberian tersebut merupakan imbalan (fee),” kata Jaksa Kresno Anto Wibowo saat membacakan surat dakwaan Nazaruddin, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (10/12).

Jaksa KPK menjelaskan, Nazaruddin merupakan pemilik dan pengendali kelompok usaha Anugrah Grup yang kemudian berubah nama menjadi Permai Grup. Kelompok usaha itu terdiri dari beberapa perusahaan, dimana manajemen dan pengelolaan keuangannya terpusat di gedung Permai Tower, Jakarta.

Adapun perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalam Permai Grup antara lain, PT Anugrah Nusantara, PT Anak Negeri, PT Permai Raya Wisata, PT Cakrawaja Abadi, PT Exartech Technologi Utama, PT Darmakusumah, PT Pasific Putra Metropolitan dan PT Panahatan.

Namun, setelah Nazaruddin menjadi anggota DPR yang kemudian juga menjadi anggota Badan Anggaran, namanya tidak dicantumkan lagi sebagai salah satu Direksi atau Komisaris dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Kendati demikian, meski telah menjadi wakil rakyat kekuasaan Nazaruddin di Permai Grup tidak hilang. Dia tetap menjadi orang nomor satu yang mengendalikan operasional Permai Grup. Semua pengelolaan keuangan harus melalui persetujuan dia, dan selalu dilaporkan oleh Wakil Direktur Keuangan Permai Grup, Yulianis, pada rapat-rapat yang dipimpin Nazaruddin.

“Sumber penerimaan keuangan Permai Grup terutama berasal dari imbalan yang diberikan pihak lain kepada terdakwa M Nazaruddin. Karena terdakwa selaku anggota DPR telah mengupayakan pihak lain tersebut dalam mendapatkan sejumlah proyek yang dibiayai dari dana atau anggaran pemerintah,” papar Jaksa.

Jaksa menyebut, imbalan yang diterima Permai Grup diantaranya adalah dari PT Duta Graha. Imbalan tersebut diberikan lantaran Nazaruddin telah mengupayakan agar perusahaan itu mendapatkan beberapa proyek pemerintah pada 2010 silam.

Atas bantuan Nazaruddin, PT Duta Graha berhasil mendapatkan berbagai proyek pemerintah, antara lain adalah proyek pembangunan gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2lP) Surabaya tahap 3, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sungai Dareh Kabupaten Darmasraya, gedung Cardiac Rumah Sakit (RS) Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS lnspeksi Tropis Surabaya serta RSUD Ponorogo.

Selain itu, Nazaruddin juga telah mengupayakan PT Nindya Karya agar mendapatkan proyek pembangunan Rating School Aceh serta Universitas Brawijaya tahun 2010. “Padahal terdakwa selaku anggota DPR dalam tugasnya tidak boleh melakukan pengaturan proyek-proyek pemerintah dengan maksud mendapatkan imbalan dari pihak lain,” ujar Jaksa.

Perbuatan Nazaruddin tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu