Jakarta, Aktual.com — Mahkamah Agung (MA) disarankan membuat pengadilan khusus untuk mengadili para Hakim yang tersandung kasus suap. Hal itu perlu dilakukan melihat ringannya putusan yang dijatuhi kepada para Hakim tersebut.

Pakar hukum pidana Yenti Ganarsih berpendapat, pengadilan khusus itu nantinya bisa dijadikan wadah untuk memperbaiki peradilan di tanah air. Dia menyebut, peradilan di Indonesia bobrok lantaran banyaknya Hakim yang tersangkut kasus hukum.

“Negara itu kalau penyidiknya menerima suap sudah terpuruk. Tapi kalau sudah Hakim benar-benar terpuruk negara. Bagaimana putusan, Hakimnya yang menerima suap? Itu ringan,” tutur Yenti, saat dihubungi Aktual.com, Selasa (31/5).

Yenti menyarankan, untuk pengadilan khusus itu Majelis Hakim-nya perlu ditentukan dengan cara yang berbeda. Harapannya, tidak ada Majelis yang merasa satu profesi, sehingga tidak mempengaruhi putusan.

“Kalau Hakim menerima suap, Majelis Hakim-nya jangan dari MA, jangan Hakim AD HOC Tipikor, tapi Hakim AD HOC. Biar putusan jangan sampai meringankan, jeruk makan jeruk itu,” papar dia.

“Dalam hal Hakim yang menerima suap, ada penekanan tertentu. Bukan hannya dibiarkan saja. Dari mereka sendiri ternyata hukumannya seperti itu, seharusnnya pidana maksimalkan. Kita perlu mempertanyakan ke MA,” imbuhnya.

Dia pun berharap agar Komisi III DPR RI bisa mendengar aspirasinya. Kata dia, kalau Jaksa Urip bisa dihukum 20 tahun, kenapa Hakim yang disebut ‘wakil tuhan’ malah dihukum ringan.

“Ini harus dipikirkan. Peradilannya harus khusus, bukan Hakim ad hoc Tipikor. Dipilih Hakim tertentu mengadili kasus tertentu. Jaksa Urip saja 20 tahun. Kenapa Hakim jadi lebih ringan,” pungkasnya.

Dalam beberapa tahun belakangan, tak hanya satu Hakim yang terbelit kasus suap. Contohnya, Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan yang terbukti menerima suap dari pengacara kondang OC Kaligis.

Dan terjadi baru-baru ini adalah penyuapan Hakim Pengadilan Negeri Bengkuli. Ironisnya, untuk kasus ini ada komitmen fee yang hanya sebesar Rp1 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan