Jakarta, Aktual.co — Pemerintah perlu fokus menata lisensi produk luar yang masuk ke Indonesia, baik melalui perdagangan maupun penjualan dalam jaringan (daring/online), untuk mengantisipasi maraknya bisnis antarwilayah dan antarnegara yang tidak mendapatkan izin penjualan.
“Kita perlu penataan lisensi, pihak yang terlibat perdagangan mengimpor dan mengekspor ketika ‘online’ sudah tanpa batas begini semuanya bebas,” kata AKBP Rusharyanto dari Sub Direktorat Industri dan Perdagangan, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, di Jakarta, Jumat (27/2).
Ia mengatakan penataan lisensi itu untuk menghindari bisnis yang hanya ingin mengambil keuntungan tetapi tidak membayar pajak maupun tidak ada dasar perlindungan terhadap konsumen.
“Penjualan online ini rentan penipuan dan pemalsuan barang,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah perlu mengambil kebijakan terkait izin usaha memasarkan produk agar tidak terjadi peredaran produk palsu yang merugikan masyarakat.
Selain itu, ia juga mengatakan sanksi bagi pemilik tempat yang menjual produk palsu secara bebas harus seimbang dengan kerugian yang disebabkannya.
Menurutnya, pemilik tempat bisa saja memperkecil kerugian yang mungkin timbul dengan membuka toko atau kios kecil untuk menjual barang-barang yang sangat banyak.
“Pemilik tempat harus juga mempertanggungjawabkan perbuatannya yang juga disesuaikan dengan kerugian yang ditimbulkan, jangan sampai undang-undang kita diakali pelaku,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Justisiari P Kusumah mengatakan paradigma masyarakat harus berubah untuk tidak mengonsumsi produk palsu.
“Paradigma masyarakat yang mau diubah seperti tas palsu tidak merugikan, tidak apa-apa jika tidak pakai yang aslinya yang penting ada mereknya, tapi anda (konsumen) merugikan perekonomian seperti hilangnya pajak dan kesempatan kerja,” katanya.
Untuk itu, pihaknya terus melakukan sosialisasi untuk mengubah paradigma itu dan memberikan pemahaman bahaya produk palsu yang dapat merugikan kesehatan dan keselamatan konsumen seperti mengkonsumsi obat-obatan palsu.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid

















