Foto: KH. Muhammad Danial Nafis saat berkunjung di Zawiyah Shidiiqiyah Tangier Maroko
Foto: KH. Muhammad Danial Nafis saat berkunjung di Zawiyah Shidiiqiyah Tangier Maroko

Jakarta, aktual.com – Dzikir merupakan media seorang hamba yang tidak memiliki daya upaya untuk tetap terhubung kepada Dzat Yang Maha Sempurna dan pemilik segalanya. Al-Imam Abdul Wahhab Asy-Sya’rani ra. menjelaskan bahwa dengan terus menerus berdzikir ( dawamud dzikir) , keikhlasan akan menjadi sempurna dan Hijab akan tersingkap.

Ketersingkapan hijab/ Kasyaf  itu ada dua macam. Hissi dan Khayali. Kasyaf Hissi adalah terbukanya pandangan dengan penglihatan mata. Sedangkan Kasyaf Khayali adalah terbukanya tabir hati hingga mampu mengetahui kondisi diluar alam indrawi seperti melihat jin, malaikat, menembus alam ruhani, mengetahui rahasia makhluk dan lain-lain.

Ketersingkapan Imajinatif / Kasyaf Khayali ini bergantung kepada kejernihan bashiroh / mata batin seorang Salik, dan kadar kejernihan bashiroh itu bergantung kepada konsentrasi dan kontinuitas dzikir yang jalaninya. di dalam  shodr, qolb, Fuad dan lubb/sirr seorang hamba, setiap lapisan ruhani ini semua memiliki bashirohnya masing-masing dan setiap lintasan-lintasan yang terlihat oleh bashiroh-bashiroh itu ada kalanya berupa tipuan dari syaitan ataupun hawa nafsu.

Maka seorang Salik harus tetap fokus kepada dzikirnya, bukan kepada bayangan atau lintasan-lintasan yang muncul dalam benaknya karena Ketersingkapan / Kasyaf yang terlihat oleh bashirohnya itu terkadang berupa godaan bahkan tipuan dari syaitan sebagaimana kisah sidy Syekh Abdul Qadir al-Jailani qs. pada saat beliau berada di padang pasir di siang hari bulan ramadhan kemudian muncul cahaya yang mengaku sebagai Tuhan dan berkata “telah aku halalkan apa-apa yang aku haramkan”.

Kasyaf khayali yang datang dari syaitan di dalam suluk seorang hamba tidak lain untuk membuatnya lalai dari dzikirnya dan terkecoh dalam perjalanannya. Godaan dan tipuan ini tidak dapat di cegah hanya dengan pengetahuan teoritis. Tetapi dengan ilmu yang bersifat ladunni (anugerah Allah langsung) maka disini pentingnya fokus dan berserah diri di dalam dzikir dan suluk. caranya adalah dengan mengkonsentrasikan tubuh, fikiran dan hati kepada dzikir. Pertama dengan memahami makna dari dzikir yang di lafadzkan, kemudian tenggelam di dalam makna tersebut. kemudian fana di dalamnya hingga kita sendiri lupa dan tidak sadar bahwa kita sedang berdzikir karena telah larut dalam untaian dzikir itu sendiri. yang terakhir ini adalah tanda bahwa kita telah hidup dan duduk di dalam asmaa’ (Nama-Nama) yang di dzikirkan itu.

Seorang yang sempurna tidak akan sibuk dengan urusan Kasyaf dan karomah tetapi ia hanya akan sibuk dengan Allah Sang Maha Pemberi Anugerah yang hanya dari-Nya lah Ketersingkapan (Kasyaf) dan Kemuliaan (Karomah) itu datang. Karena tidak sedikit orang yang tertipu sehingga ia memandang Kasyaf itu adalah hasil dari usaha dan wiridnya. Falya’udz billaah

Penulis : Akhina As’ad

Sumber: Kajian Tasawuf KH. Muhammad Danial Nafis dalam pembacaan kitab Minahu Saniyah, di Zawiyah Arraudhah, Selasa [10/3], Tebet, Jakarta Selatan.

Artikel ini ditulis oleh:

Eko Priyanto