Yogyakarta, Aktual.com – Massa mahasiswa yang menamakan diri Korp Gempur UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (8/3), melakukan aksinya di depan kampus mereka. Aksi ini dilakukan, untuk menolak Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 68 Tahun 2015.
Koordinator aksi, Asrul Jani Tanjung menganggap bahwa PMA tersebut yang mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian rektor serta ketua pada perguruan tinggi keagamaan yang diselenggarakan oleh pemerintah, sebagai tindakan yang mencabut hak universitas, diskriminatif dan hanya ditujukan untuk kepentingan sekelompok orang.
“Ini politisasi kampus, menteri itu bukan tuhan, terus ngapain dia (Menteri Agama) ikut campur dengan dunia kampus? Dia tidak perlu mengatur, hanya tempat koordinasi, bukan malah semena-mena,” kata Tanjung kepada Aktual.com disela-sela aksinya.
Permasalahan itu berawal ketika Prof. Akh. Minhaji, yang menjabat rektor UIN Sunan Kalijaga periode 2015-2019, mengundurkan diri karena faktor kesehatan, pasca kekosongan posisi rektor itu, Kementerian Agama mengambil alih peran dengan menunjuk Prof. Dr. Machasin MA sebagai rektor sementara.
Dasar yang dijadikan Kementerian Agama bukan lagi PMA No. 11 tahun 2014 yang memberi keleluasaan senat universitas untuk memilih rektor secara demokratis. Dalam PMA tersebut juga mengatur mekanisme pemilihan rektor, yang dilakukan secara voting melibatkan tiga komposisi pemangku kebijakan (stakeholder) yakni pemerintah 35 persen, internal 35 persen serta eksternal 30 persen.
Namun, ketentuan yang dipakai Kementerian Agama didasarkan pada PMA No. 68 tahun 2015, dimana dalam pasal 6 ayat 2 menyebutkan bahwa, menteri membentuk Komisi Seleksi untuk melakukan penyeleksian calon rektor/ketua yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri.
“Kita menuntut untuk dilakukan pemilihan rektor definitif, tapi kita menolak pemilihan dilakukan berdasar peraturan Menteri Agama ini,” ucapnya.
Dalam pernyataan sikapnya, selain permasalahan PMA No. 68 tahun 2015, Tanjung juga menyampaikan beberapa tuntutan antara lain perbaikan Sistem Informasi Akademik UIN Sunan Kalijaga yang dianggapnya semakin tahun semakin bobrok. “Dimasa kepemimpinan yang sekarang oleh PGS (Pejabat Ganti Sementara), jajaran dan manajemennya seperti manajemen anak SD (Sekolah Dasar),” katanya.
Pemberlakuan UKT (uang kuliah tunggal) juga menjadi bagian dari tuntutan utama, sistem verifikasi data yang tidak baik membuat banyak mahasiswa yang notabene dari kalangan keluarga menengah keatas dikenakan biaya perkuliahan yang seharusnya diperuntukan bagi mahasiswa kurang mampu (miskin). Tanjung berharap terciptanya sistem perkuliahan yang adil dan tidak mengarah ke sistem liberal.
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis