Jakarta, Aktual.com- Pemerintah Indonesia diminta tidak terlalu menanggapi hasil keputusan International People’s Tribunal (IPT) yang menyatakan pemerintah bertanggung jawab atas pembantaikan kader Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965-1966.

“IPT itu bukan pengadilan (resmi) dan keputusannya tidak mengikat. Sama sekali tidak mengikat,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD usai rapat di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Kamis malam (21/7).

Ia menjelaskan dalam sistem hukum di Indonesia hanya dikenal dua macam pengadilan pidana, yakni pengadilan internasional di bawah kewenangan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dan pengadilan negara di dalam negeri masing-masing.

“Pengadilan pidana itu hanya dua, pengadilan negara dan internasional. ICC dan pengadilan negara di negaranya masing-masing, kalau di Indonesia itu MA (Mahkamah Agung). IPT itu liar,” kata guru besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia itu.

Terkait wacana Yayasan IPT 1965 untuk membawa hasil putusan majelis hakim IPT ke Dewan HAM PBB, Mahfud menganggapnya sebagai sebuah kewajaran karena setiap orang berhak mengajukan laporan ke PBB.

Sementara itu, Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan meminta masyarakat Indonesia terutama generasi muda untuk tidak melihat kelemahan bangsa ini pada masa lalu.

“Tidak ada bangsa atau siapapun yang sempurna. Pasti ada kurang lebihnya. Tapi kita lihat yang besarnya, bangsa Indonesia sekarang sedang bagus-bagusnya,” kata dia.

Luhut juga meragukan putusan IPT yang menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 1965-1966, pemerintah Indonesia telah membunuh 400-500 ribu warga negara yang dianggap anggota atau berafiliasi dengan PKI.

“Kalau ada yang kurang-kurang seperti tadi itu, kita harus bersama bilang tidak, itu tidak betul. Di mana ada 400 ribu (orang) mati,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara