Ketua DPR Setya Novanto menyampaikan keterangan pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/7). Ketua DPR Setya Novanto memberikan keterangan pers terkait penetapan diriinya sebagai tersangka kasus korupai KTP elektronik (E-KTP) oleh KPK. Dalam keterangnnya Setya Novanto Masih menjabat sebagai Ketua DPR. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, menilai Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI yang paling buruk sepanjang era Reformasi. Hal ini menurutnya dilihat dari aspek hukum, khususnya dalam pembangkangan Setnov dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemeriksaan kasus korupsi e-KTP.

“Kalau dari kasus ini bisa dibilang Setnov sebagai yang terburuk,” ucap Mahfud dalam jumpa pers di kediamannya di bilangan Matraman, Jakarta Pusat, Kamis (16/11).

Mahfud pun mengingat satu per satu nama yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR RI sejak era Reformasi. Dari Harmoko hingga Marzukie Ali, tak ada satu pun yang menurutnya pernah melakukan pembangkangan terhadap proses hukum.

Satu-satunya yang menjadi perbandingan, lanjutnya, adalah Akbar Tanjung yang sempat menjadi tersangka dalam kasus korupsi Bulog saat menjabat sebagai Ketua DPR RI pada awal 2000-an. Akbar Tanjung kooperatif dan ikuti proses hukum sampai tuntas.

“Dari Harmoko, Akbar Tanjung, Agung Laksono, Marzukie Ali sampai Setya Novanto, bisa dibilang Setya Novanto terburuk,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, sepanjang 2017 ini tercatat Setnov telah mangkir empat kali dari panggilan KPK terkait kasus korupsi e-KTP. Rinciannya, tiga kali mangkir ketika dipanggil sebagai saksi dan sekali mangkir ketika dipanggil sebagai tersangka.

Semalam (15/11), KPK akhirnya pun berupaya menjemput paksa Setya Novanto di rumahnya. Sayangnya, keberadaan Ketua Umum Partai Golkar ini tidak diketahui keberadaannya.

Anggapan Mahfud MD pun diamini oleh Direktur Populi Center, Usep Ahyar. Saat dihubungi Aktual, ia menyatakan jika indikasi buruknya kepemimpinan Setnov di DPR terekam sejak awal ia menjabat.

“Saat itu ia mengesahkan UU MD3 yang sangat kontroversial,” ucapnya.

Selain itu, Usep juga menambahkan jika DPR era Setnov sangat buruk dari kuantitas UU yang dihasilkan. Pada 2014-2015 misalnya, DPR kepemimpinan Setnov hanya berhasil mengesahkan UU saja.

Sementara pada 2016, dari 50 RUU yang menjadi Program Legislatif Nasional (Prolegnas), hanya 22 saja yang menjadi UU.

 

Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan