Pemilu
Ilustrasi- Gedung Mahkama Konstitusi. DOK/IST

Jakarta, Aktual.com – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memiliki waktu 30 hari kerja untuk mengusut perubahan isi putusan MK pada perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.

“Terkait tenggat, kami diberi waktu 30 hari kerja. Menurut kami, itu lebih dari cukup,” kata anggota MKMK I Dewa Gede Palguna kepada Kompas.com, Jumat (3/2).

Palguna menyebutkan, MKMK sudah menyusun jadwal dan rencana kerja untuk mengungkap kasus ini.

Ia mengatakan, MKMK akan bekerja dengan memanggil dan meminta keterangan pihak-pihak yang relevan serta memeriksa bukti-bukti yang ada selayaknya pemeriksaan perkara pada umumnya.

Mantan hakim MK tersebut menuturkan, mulai Senin (6/2/2023) pekan depan MKMK akan melayangkan surat panggilan kepada pihak-pihak yang diperlukan untuk dimintai keterangan.

Ia pun menyatakan bahwa MKMK tidak hanya bekerja berdasarkan adanya laporan, tetapi juga karena ada temuan sehingga mereka bisa langsung mulai memproses temuan tersebut.

“Perihal sanksi, itu sudah ada dalam undang-undang dan pasti ditegaskan lagi dalam PMK (Peraturan MK). Apa dan bagaimana menerapkannya, itu tergantung pada hasil pemeriksaan MKMK,” kata Palguna.

Kendati demikian, Palguna mengakui bahwa MKMK belum bisa bekerja karena masih menunggu adanya PMK yang menjadi hukum acara bagi MKMK untuk bekerja.

“Masalahnya kan tidak rumit. Hanya saja, kami tidak boleh bekerja sembarangan tanpa mengindahkan aturan, itu saja,” kata Palguna.

Ia menjelaskan, hukum acara yang lama yakni PMK Nomor 2 Tahun 2014 sudah tidak dapat digunakan akibat perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena itu, MKMK kini menunggu adanya PMK baru yang menurut Palguna sudah ditandatangani dan segera berlaku.

“Semalam kami mendengar berita draf PMK yang baru sudah diparaf oleh para hakim konstitusi. Dengan demikian, semoga tidak ada hambatan teknis lagi,” kata Palguna.

Seperti diketahui, MKMK telah sepakat membentuk MKMK untuk mengusut adanya perubahan substansi putusan MK.

MKMK ini beranggotakan terdiri dari hakim aktif, tokoh masyarakat, dan akademisi.

Hakim MK Enny Nurbaningsih menjadi anggota MKMK unsur hakim aktif, Palguna sebagai unsur tokoh masyarakat, serta anggota Dewan Etik MK Sudjito menjadi bagian dari unsur akademisi.

Adapun perubahan putusan yang dimaksud ditemukan oleh advokat Zico Leonard Diagardo Simanjuntak selaku pemohon pada perkara nomor 103.

Ia mendapati adanya perbedaan antara frasa yang dibacakan hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang berbeda dengan risalah sidang yang diterimanya, yakni dari “dengan demikian, …” menjadi “ke depan, …”.

“Pada saat dibacakan itu hakim konstitusi Saldi Isra ngomongnya, ‘dengan demikian hakim konstitusi hanya bisa diganti jika sesuai dengan ketentuan pasal 23 UU MK’,” ujar Zico, Jumat (27/1/2023) pekan lalu.

“Tapi, di putusan dan risalah sidang, risalah lho, notulen sidang itu, itu kata-katanya ‘ke depan’, ‘ke depan hakim konstitusi hannya boleh diganti sesuai dengan pasal 23’,” katanya lagi.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra