Kandidat Ketua Umum Partai Golkar Syahrul Yasin Limpo (kiri) didampingi Ustaz Maulana (kedua kiri) berbincang dengan Ketua Komite Pemilihan pada Munaslub Partai Golkar, Rambe Kamarulzaman (kanan) dan Andi Sinulingga (kedua kanan) saat mendaftar Bakal Calon Ketua Umum Golkar di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Rabu (4/5). Gubernur Sulawesi Selatan resmi mendaftar dalam bursa kandidat Ketua Umum Golkar periode 2016-2019, bersaing dengan Setya Novanto, Ade Komarudin, dan Priyo Budi Santoso. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/kye/16

Jakarta, Aktual.com — Direktur Eksekutif Institut Proklamasi, Arief Rachman, menilai calon ketua umum Partai Golkar Ade Komaruddin melanggar kontrak politik dengan partai terkait posisinya sebagai pucuk pimpinan DPR RI. Mandat yang semestinya dilihat sebagai sebuah pegangan moral bagi Ade Komaruddin.

“Akom, mulanya didapuk sebagai Ketua Fraksi Golkar DPR RI. Saat mundurnya Setya Novanto dari jabatan Ketua DPR, ada kontrak/komitmen politik yang ditanda tangan antara ARB – Akom disaksikan kader partai beringin lainnya,” kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/5).

“Dalam perjanjian tersebut Akom punya kewajiban menjaga mandat Golkar di Parlemen, mandat inilah kini yang mesti dilihat sebagai sebuah pegangan moral dengan Akom,” lanjutnya.

Menurutnya, sebagai seorang Ketua Umum Aburizal Bakrie mesti memiliki prinsip dengan meminta Akom untuk tidak maju dalam Munaslub. Sebab sebagai Ketua DPR tugas dan tanggungjawabnya sangat besar, sementara kerja-kerja untuk menjalankan roda partai nantinya juga akan memakan energi besar.

“Inilah sesungguhnya yang tak disadari Akom, bisa jadi karena nafsu kekuasaan yang menggebu, Akom lupa bahwa ada tanggungjawab yang sudah dimiliki yaitu Ketua DPR,” jelasnya.

Disinggung bagaimana salah satu fungsi legislasi DPR RI, dimana pada masa sidang terakhir tidak ada satupun Undang-Undang yang disahkan oleh DPR. Semestinya, Ade Komarudin lebih banyak mimpin rapat, nyatanya waktu habis untuk keliling daerah alias kampanye mengumpulkan dukungan.

“Persoalan lain yang tak bisa dianggap sepele adalah kesan pengingkaran atau khianat Akom yang nampak jelas. Belum belum sudah terkesan bermuka dua. Dan secara pribadi, Akom berhasil menunjukkan politik Dasamuka. Beda ucapan dengan perbuatan,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid