Jakarta, Aktual.com – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta kepada KPK agar segera menyelesaikan penyelidikan lanjutan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.

“MAKI menuntut KPK untuk segera menyelesaikan proses penyelidikan (kasus korupsi bansos, red) atas penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Boyamin ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (24/8).

Menurut Boyamin, diperlukan proses penyelidikan lanjutan karena terdapat dugaan pencurian dana pengadaan sembako untuk bantuan sosial, yang pada mulanya seharga Rp300.000 per paket sembako, menjadi Rp188.000 per paket.

Apabila hasil penyelidikan berhasil mengkonfirmasi dugaan tersebut, maka kasus korupsi bantuan sosial yang dilakukan oleh mantan Menteri Sosial Juliari Batubara akan memenuhi kriteria Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Yang mana di dalamnya bisa dituntut hukuman mati,” ucapnya.

Pasal 2 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 menyebutkan, Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan’.

“Kalau nanti penyelidikannya lamban, MAKI akan mengajukan gugatan praperadilan lagi supaya segera meningkatkan (kecepatan, red) penyelidikan,” kata Boyamin.

Proses penyelidikan lanjutan, bagi Boyamin, dapat memunculkan tersangka-tersangka baru. Selain itu, penyelidikan ini juga memungkinkan pejabat-pejabat yang sudah disidangkan di kasus korupsi bansos untuk menjadi tersangka lagi.

“Nanti bisa dikenakan pasal pencucian uang untuk melacak aliran dana dan menemukan siapa saja yang menikmati keuntungan dari penyunatan dana bansos itu,” ucap Koordinator MAKI ini.

Sebelumnya, pada hari Senin (23/8), Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyatakan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara telah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan paket bantuan sosial (bansos) penanganan COVID-19 sebesar Rp32,48 miliar.

Berdasarkan perbuatan tersebut, Juliari dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan dikenai pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama empat tahun. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin