Jakarta, Aktual.com – Penolakan terhadap revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara terus berdatangan dari berbagai elemen masyrakat. Rencana pemberian relaksasi ekspor komoditas itu dinilai semakin bertentangan dengan UU Minerba No.4 tahun 2009 dan berbagai aturan lainnya.Revisi PP No.1/2014 Makin Langgar UU, JATAM Pastikan Akan Gugat Pemerintah

Manajer Advokasi dan Jaringan, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho menjelaskan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 10/PUU-XIl/2014 telah memperkuat kedudukan pasal 102 dan 103 UU Minerba yang menegaskan pentingnya hilirisasi.

Selain itu rencana revisi juga bertentangan dengan strategi perekonomian nasional tentang hilirisasi yang merupakan bagian dari janji politik Pemerintah dalam Pemilu 2014 yang terkandung dalam Nawacita dan RPJMN.

“Relaksasi ekspor konsentrat dan ore berpotensi memporak-porandakan proses penataan sektor pertambangan yang sedang berjalan, termasuk program Korsup KPK bersama Kementerian di sektor Minerba,” kata Aryanto, Rabu (12/10).

Kemudian Aryanto, juga menyoroti permasalahan izin pertambangan yang belum tertata secara baik, masih banyak didapati izin usaha pertambangan non clear and clean, sehingga ijin relaksasi ekspor berkorelasi terhadap laju kerusakan lingkungan.

“Relaksasi ekspor mineral akan memicu kembali laju eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran yang mempercepat daya rusak lingkungan, minim standar keselamatan, dan menimbulkan tragedi kemanusiaan,” tandasnya.

Dadangsah

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan