Dengan membekali pengetahuan dasar atau brosur berisi peta destinasi wisata dan keunggulann di dalamnya, pengelola lokasi wisata telah mendapatkan duta dalam jumlah besar.
“Dengan adanya bekal pengetahuan dan brosur, pengayuh becak telah menjadi duta di tempat wisata itu. Penumpangnya selain memperoleh kenikmatan berwisata dengan becak juga mendapatkan pengetahuan,” tukas Sahroni.
Sebelumnya Sahroni mengingatkan kajian khusus sangat diperlukan untuk memastikan efek domino ditimbulkan oleh keberadaan becak di ibu kota ketika telah dilegalkan.
Selain kemacetan, faktor lain yang tak kalah krusial ditekankan Sahroni adalah apakah pelegalan becak ini tidak akan menimbulkan persoalan sosial.
Kekhawatiran ini muncul mengingat bagaimana perseteruan di dunia transportasi, bahkan hingga memakan korban nyawa ketika transportasi berbasis aplikasi mulai bermunculan.
Kritikan senada juga telah disampaikan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya yang menilai perlu adanya kajian dari aspek hukum dan sosiologis.
Kajian hukum diperlukan karena sudah ada peraturannya (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 Pasal 29 untuk pelarangan becak. Sementara kajian sosial dibutuhkan untuk menganalisa efek kebijakan terhadap urbanisasi ke Jakarta.
Laporan: Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby