3. Para pencinta ilmu tidak mudah untuk memperoleh karangan karangan yang berupa tahqiq ( koreksi dan telaah atas permasalahan tertentu) yang beliau tulis, karena itu mereka berlomba lomba untuk mendapatkannya agar mereka dapat mempelajarinya, mengutip pendapatnya dalam karangan mereka, menjadikannya sebagai pegangan hukum, menyebarluaskan kembali kitab beliau.

Perhatikan bagaimana guru yang merupakan seorang ulama besar yaitu Syekh Abdul Fattah Abu Ghadah -Radhiyallahu ‘anhu- dari sejumlah karangannya tidak ada satu pun kitab yang beliau (Syekh Abu Ghadah) tulis kecuali di dalamnya ia hiasi dengan kutipan pendapat ulama sadah Ghumariyin terutama pendapat gurunya yaitu Sayidi Abdullah bin Muhammad Shiddiq al Ghumari yang sangat ia istimewakan dengan penuh kecintaan yang tulus.

Bahkan ia mencetak ulang sebagian kitab kitab gurunya tersebut untuk membangkitkan kembali kenangannya dan untuk menyebarluaskan ilmu yang bersumber dari guru tercintanya itu, yang demikian itu adalah akhlaq para ulama.

4. Selain Syekh Abu Ghadah, Syekh Muhammad Awwamah pun menempuh cara yang sama, dilihat dari karangannya ia banyak sekali menukil pendapat gurunya al Muhaqqiq Sayidi Abdullah bin Muhammad Shiddiq terutama dalam tahqiqat (pengukuhan) dan ta’liqat (komentar) nya atas kitab Tadrib al Rawi.

Baik Syekh Abu Ghadah maupun Syekh Awwamah keduanya sama sama mensifati gurunya tetsebut dengan ungkapan al Allamah al Hafidz al Faqih al Ushuli, dan (saking banyaknya) mungkin sejumlah pendapat dan komentar beliau yang dikutip oleh mereka berdua dapat dikumpulkan dalam satu juz/jilid tersendiri.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid