Jakarta, Aktual.com – Sidang kasus dugaan pencucian uang yang melibatkan Bank Sinar Mas dengan kakak beradik Yulisiane Sulistyawaty dan Rudi Susiawan telah memasuki tahap pemeriksaan saksi ahli.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (20/9), Yulisiane dan Rudi selaku terdakwa menghadirkan dua ahli, yakni Jamin Ginting dan mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein.

Yulisiane, yang merupakan Direktur Utama PT Pazia Pillar Mercycom dan Rudi yang menjadi Direktur PT Sinar Karunia Waruna menjadi terdakwa kasus pidana dugaan penggelapan uang setelah dilaporkan oleh Bank Sinar Mas Cabang Mangga Dua.

Keduanya merupakan debitur Bank Sinar Mas Cabang Mangga Dua.

Dalam persidangan, saksi ahli keuangan dan perbankan Yunus Husein mengatakan, perjanjian pemberian kredit dari perbankan kepada pemohon/debitur adalah hukum perdata, di mana aliran dana yang diterima oleh debitur telah menjadi hak sah dalam penggunaannya.

“Jika dikemudian hari terjadi kredit macet maka dilakukan mekanisme restrukturisasi untuk penyelamatan kredit, dengan memberikan keringanan atas bunga atau memperpanjang jatuh tempo pengembalian pinjaman tersebut,” jelas Yunus.

Ia menambahkan, perjajian kredit ini seharusnya bukan melakukan pendekatan pidana karena bukan menjadi solusi, dengan menyita aset yang menjadi jaminan kemudian dilelang untuk umum sebagai aturan yang telah disepakati bersama sebagai upaya pengembalian kredit macet tersebut.

“Terkait dakwaan jaksa penuntut umum tindak pidana pencucian uang kepada kedua terdakwa, harus dibuktikan lebih dulu sejak awal bahwa terdakwa mendapatkan uang tersebut dari tindakan pidana. Jika uang itu didapat dari fasilitas kredit perbankan maka perjanjian hukumnya jelas perdata,” jelas Yunus.

Yunus menceritakan pengalamannya sebagai Satgas Pemberatas Mafia Hukum, banyak kasus perdata yang direkayasa menjadi pidana oleh aparat penyidik, dengan memidanakan para tersangka tujuannya untuk menekan atau mengambil keuntungan dari situasi tersebut. Dalam perjanjian perbankan hukum pidana digunakan sebagai jurus pamungkas, jika diketahui para pihak ada niat untuk perbuatan melawan hukum.

Saksi ahli bidang hukum pidana Jamin Ginting menjelaskan bahwa perjanjian pemberian kredit oleh sebuah Bank kepada debiturnya dengan kelengkapan seluruh dokumen pendukung serta telah di verifikasi keberadaan aset yang dijadikan jaminan benar adalah hukum perdata.

“Jika kemudian debitur tersebut dipidanakan, penyidik kepolisian dan jaksa harus dapat lebih dahulu membuktikan adanya unsur tindak pidana sebagai bukti awal penanganan kasus tersebut,” jelasnya.

Lebih jauh Jamin menjelaskan, dengan menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah, maka setiap orang yang terikat perjanjian dengan perbankan tidak langsung dikategorikan sebagai pelaku kejahatan atau melawan hukum. Dalam sebuah perjanjian kredit yang sejak awal tidak ditemukan adanya niat kejahatan atau melawan hukum maka debitur tersebut tidak dapat didakwa dengan hukum pidana.

“Kasus ini dapat menjadi stigma negatif bagi setiap orang, jika tidak dapat membayar kredit dari bank dapat dengan mudah dilaporkan karena melanggar hukum pidana maka semua orang akan masuk penjara.” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan