Jakarta, Aktual.com — Mantan Komisioner Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Kaspudin Noor menilai, kasus dugaan ‘pemufakatan jahat’ yang di usut Kejaksaan Agung (Kejagung) cenderung lebih kepada dugaan pencemaran nama baik bukan percobaan tindak pidana korupsi.
Sebab, dalam rekaman yang diduga suara dari Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin adalah pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan.
“Ini lebih kepada delik aduan. Sepanjang nama-nama yang dicatut tidak melaporkan kepada pihak yang berwenang, berarti tidak ada pihak yang dirugikan,” kata Kaspudin kepada Aktual.com, Selasa (8/12).
Apalagi, lanjut dia, jika dalam penyelidikan kasus tersebut Kejagung menggunakan Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi justru malah akan sulit dibuktikan.Apalagi, menurut Kaspudin dalam perbincangan itu, belum terjadi peristiwa pidananya.
“Dari obrolan itu kan dari masing-masing pihak tidak ada yang menanggapi. Kelanjutannya tidak ada,” ujarnya.
Dia pun mengingatkan kepada Kejagung jangan kebablasan dalam memberikan informasi terkait dugaan rekaman ‘pemufakatan jahat Freeport’. Mengingat dalam perkara ini statusnya masih tahap penyelidikan bukan penyidikan.
“Tapi ingat penyelidikan itu jangan diekspos atau masih bersifat rahasia. Nanti yang bersangkutan bisa menghilangkan bukti-bukti,” kata Kaspudin.
Dia menjelaskan, penyelidikan adalah serangkaian kegiatan mengumpulkan alat bukti, kemudian dinilai apa perbuatan itu ada unsur pidananya. Kalau sudah yakin dua alat bukti terpenuhi maka bisa diajukan ke tingkat penyidikan.
Yang jelas, ucap Kaspudin, para saksi boleh keberatan dan berhak untuk mangkir jika tim penyelidik melayangkan surat panggilan. “Seharusnya kejaksaan jangan mengumbar seolah-olah kasus itu sudah ke tahap penyidikan. Jadi lidik itu serangkaian untuk mencari tahu. Perlu diketahui tidak ada upaya paksa disini,” ujar dia.
Lebih jauh Kaspudin berpandangan, pada tahap proses penyelidikan lazimnya ditangani oleh Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel). Dalam hal ini belum masuk pada ranah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) yang kerjanya untuk penyidikan.
Meski demikian, dalam penanganannya ia berharap agar kejaksaan lebih mengedepankan profesionalitas, integritas dan kemandirian. Artinya jangan ada unsur politis atau ada tekanan dari pihak-pihak tertentu. Jika tidak, justru dapat meruntuhkan wibawa korps Adhiyaksa itu sendiri.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu