Jakarta, Aktual.co — Pasca disahkanya Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Komisi III DPR RI, muncul wacana pembentukan Komite Etik (KE) lembaga antirasuah. Meski baru wacana, namun banyak kalangan langsung merespon, termasuk orang-orang yang pernah duduk di kursi pimpinan KPK.
Mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua berpendapat, anggota KE KPK harus mempunyai kualitas yang lebih baik dari seorang pimpinan. Karena kalau tidak, harus ada mekanisme mengenai pengawasan terhadap KE KPK.
Ia mengatakan, jangan sampai nantinya KE KPK malah bernasib sama dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), saat meloloskan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) menjadi calon Kapolri.
“Kalau KE dianggap sebagai Kompolnas, Komisi Kejaksaan atau badan seumpama itu, menurut saya mubazir. Sebab, kasus BG menunjukkan kelemahan Kompolnas. Akhirnya, harus ada mekanisme yang mengawasi Komite Etik agar tidak melakukan blunder sebagimana dibuat Kompolnas atau Komisi Kejaksaan,” ujar dia, ketika berbincang dengan wartawan, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/4).
Dia pun menyarankan, agar KE KPK dibentuk secara permanen yang dipilih oleh Panitia Seleksi (Pansel) yang langsung dibentuk Presiden sebagai Kepala Negara, bukan Kepala Pemerintahan. Jikalau hal itu dilakukan, lanjut Abdullah, harus ada kebijakan baru mengenai pemilihan komisioner lembaga antirasuah.
“Kualitas anggota KE ini harus lebih tinggi, minimal sederajat dengan pimpinan KPK. Dalam kontek ini, pimpinan KPK tidak lagi dipilih DPR RI, tetapi final di Pansel. DPR hanya menetapkan, menerima atau menolak pilihan Pansel,” pungkasnya.
Seperti diketahui, setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disetujui Komisi III DPR RI, muncul wacana untuk membentuk Komite Etik (KE) KPK secara permanen.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby

















